Sering sekali sebagai seorang umat kristen terdapat pertanyaan,
bolehkan umat kristen melakukan pembelaan diri jika nyawa nya terancam,
dirugikan secara hukum, dijebak dan lain nya ?
Namun, bukan berarti saat kita menerima perlakuan jahat kita tidak boleh melawan sedikit pun. Sebagai manusia yang berakal budi adalah sebuah hal yang manusiawi jika saat kita menerima perlakuan jahat kita melawan. Tentu melawan bukan dengan maksud berbuat jahat, melainkan untuk melindungi diri agar tidak disakiti.
Lukas 22
22:35 Lalu Ia berkata kepada mereka: “Ketika Aku mengutus kamu dengan tiada membawa pundi-pundi, bekal dan kasut, adakah kamu kekurangan apa-apa?”
22:36 Jawab mereka: “Suatu pun tidak.” Kata-Nya kepada mereka: “Tetapi sekarang ini, siapa yang mempunyai pundi-pundi, hendaklah ia membawanya, demikian juga yang mempunyai bekal; dan siapa yang tidak mempunyainya hendaklah ia menjual jubahnya dan membeli pedang.
22:37 Sebab Aku berkata kepada kamu, bahwa nas Kitab Suci ini harus digenapi pada-Ku: Ia akan terhitung di antara pemberontak-pemberontak. Sebab apa yang tertulis tentang Aku sedang digenapi.”
22:38 Kata mereka: “Tuhan, ini dua pedang.” Jawab-Nya: “Sudah cukup.”
Dalam memahami ayat ini, terdapat perbedaan pandangan di kalangan theolog. Ada yang mengartikannya secara literal (sesuai dengan konteks bahasanya) dan ada juga yang secara alegorikal (simbolisme). Namun, melihat metodologi hermeneutika (penafsiran) literal lebih tepat dalam hal historis maka akan lebih tepat juga bila dalam hal ini ditafsirkan secara literal.
Dalam pandangan alegorikal ditafsirkan bahwa pedang yang dimaksud adalah Firman Tuhan (melambangkan Firman Tuhan), namun hal tersebut sangatlah bertentangan dengan pandangan literal. Dimana secara literal (tertulis), pedang dituliskan oleh para rasul saat itu dengan μάχαιραν (makhairan, dalam Lukas 22:36) μάχαιραι (makhairai, dalam Lukas 22:38) yang artinya adalah pedang, berupa benda, pedang yang dapat melukai tubuh.
Bahkan hal ini dituliskan juga di dalam Yohanes 18:11, “Kata Yesus kepada Petrus: “Sarungkan pedangmu itu; bukankah Aku harus minum cawan yang diberikan Bapa kepada-Ku?”. Dalam Yohanes 18:11 pun dituliskan dengan μάχαιραν (makhairan).
Sudah tentu saat itu Yesus menginginkan sekaligus mengijinkan murid – murid yang menyertainya membela diri jika orang berbuat jahat pada mereka atau ada yang berniat membunuh mereka.
Mengasihi Setiap Orang
Umat kristen diajarkan untuk mengasihi siapapun termasuk musuhnya (seseorang yang sudah berbuat jahat padanya). Sikap mengasihi musuh ini berarti jika orang yang pernah berbuat jahat kepada kita sakit, kesusahan dan membutuhkan pertolongan sebagai umat kristen tidak boleh berdiam diri dan harus segera membantunya. (Matius 5:44, “Tetapi Aku berkata kepadamu: Kasihilah musuhmu dan berdoalah bagi mereka yang menganiaya kamu.”)Namun, bukan berarti saat kita menerima perlakuan jahat kita tidak boleh melawan sedikit pun. Sebagai manusia yang berakal budi adalah sebuah hal yang manusiawi jika saat kita menerima perlakuan jahat kita melawan. Tentu melawan bukan dengan maksud berbuat jahat, melainkan untuk melindungi diri agar tidak disakiti.
Tuhan Ingin Murid – Murid Melindungi Diri
Dalam hal ini, sering terjadi juga pandangan yang salah akan perihal pembelaan diri. Beberapa pihak menilai pembelaan diri adalah salah. Namun, hal ini akan menjadi berkontradiksi dengan Firman Tuhan di mana dalam Lukas 22:35 -38, murid – murid diperintahkan membeli pedang.Lukas 22
22:35 Lalu Ia berkata kepada mereka: “Ketika Aku mengutus kamu dengan tiada membawa pundi-pundi, bekal dan kasut, adakah kamu kekurangan apa-apa?”
22:36 Jawab mereka: “Suatu pun tidak.” Kata-Nya kepada mereka: “Tetapi sekarang ini, siapa yang mempunyai pundi-pundi, hendaklah ia membawanya, demikian juga yang mempunyai bekal; dan siapa yang tidak mempunyainya hendaklah ia menjual jubahnya dan membeli pedang.
22:37 Sebab Aku berkata kepada kamu, bahwa nas Kitab Suci ini harus digenapi pada-Ku: Ia akan terhitung di antara pemberontak-pemberontak. Sebab apa yang tertulis tentang Aku sedang digenapi.”
22:38 Kata mereka: “Tuhan, ini dua pedang.” Jawab-Nya: “Sudah cukup.”
Dalam memahami ayat ini, terdapat perbedaan pandangan di kalangan theolog. Ada yang mengartikannya secara literal (sesuai dengan konteks bahasanya) dan ada juga yang secara alegorikal (simbolisme). Namun, melihat metodologi hermeneutika (penafsiran) literal lebih tepat dalam hal historis maka akan lebih tepat juga bila dalam hal ini ditafsirkan secara literal.
Dalam pandangan alegorikal ditafsirkan bahwa pedang yang dimaksud adalah Firman Tuhan (melambangkan Firman Tuhan), namun hal tersebut sangatlah bertentangan dengan pandangan literal. Dimana secara literal (tertulis), pedang dituliskan oleh para rasul saat itu dengan μάχαιραν (makhairan, dalam Lukas 22:36) μάχαιραι (makhairai, dalam Lukas 22:38) yang artinya adalah pedang, berupa benda, pedang yang dapat melukai tubuh.
Bahkan hal ini dituliskan juga di dalam Yohanes 18:11, “Kata Yesus kepada Petrus: “Sarungkan pedangmu itu; bukankah Aku harus minum cawan yang diberikan Bapa kepada-Ku?”. Dalam Yohanes 18:11 pun dituliskan dengan μάχαιραν (makhairan).
Sudah tentu saat itu Yesus menginginkan sekaligus mengijinkan murid – murid yang menyertainya membela diri jika orang berbuat jahat pada mereka atau ada yang berniat membunuh mereka.
1 Silakan Berkomentar:
Bukankah kita orang Kristen hidup harus menurut Alkitab, dan di dalam Alkitab apakah ada yang membela diri?
Posting Komentar