Pages

Subscribe:

Ads 468x60px

Bagaimana Nasib orang Gila, masuk Sorga atau Neraka

Jika pembaca sekalian telah paham jalan logika alasan bayi yang meninggal pasti akan masuk Sorga, pasti tidak akan sulit untuk memahami bahwa orang yang hilang ingatan sebelum mencapai umur akil-balik, dan meninggal dalam keadaan demikian, juga pasti akan masuk Sorga. Walaupun di dalam Alkitab tidak kita temukan ayat yang secara teknis menyatakan bahwa orang gila akan masuk Sorga, tetapi melalui pemahaman secara inferensial terhadap beberapa kebenaran yang saling menopang menuntun kita kepada kesimpulan bahwa orang yang hilang ingatan sebelum mencapai umur akil-balik pasti akan masuk Sorga.


Nasib Orang Yang Sakit Jiwa (orang Gila)
Jika pembaca sekalian telah paham jalan logika alasan bayi yang meninggal pasti akan masuk Sorga, pasti tidak akan sulit untuk memahami bahwa orang yang hilang ingatan sebelum mencapai umur akil-balik, dan meninggal dalam keadaan demikian, juga pasti akan masuk Sorga. Walaupun di dalam Alkitab tidak kita temukan ayat yang secara teknis menyatakan bahwa orang gila akan masuk Sorga, tetapi melalui pemahaman secara inferensial terhadap beberapa kebenaran yang saling menopang menuntun kita kepada kesimpulan bahwa orang yang hilang ingatan sebelum mencapai umur akil-balik pasti akan masuk Sorga.

Pertama bahwa dosa seisi dunia sudah ditanggung Yesus Kristus, yang berarti semua orang telah menjadi benar di hadapan Allah, kecuali seorang yang setelah memiliki kesadaran diri dan kemampuan untuk memutuskan perkara rohani dengan kesadaran dirinya kembali berbuat dosa. Seseorang yang hilang ingatan sebelum mencapai umur akil balik tidak tergolong ke dalam orang yang telah memiliki kesadaran diri melakukan dosa karena ia belum pernah memiliki kesadaran diri. Kondisi orang yang hilang ingatan sebelum mencapai umur akil-balik adalah seperti seorang bayi. Jika bayi perlu dibaptiskan agar bisa masuk Sorga maka sepatutnya gereja demikian juga membaptiskan orang yang telah hilang ingatan agar ia diselamatkan melalui baptisan. Tetapi jelas itu bertentangan dengan kebenaran karena firman Tuhan dengan jelas menyatakan bahwa oleh ketaatan seorang (Kristus) semua orang telah menjadi orang benar.

Kedua, syarat utama dan satu-satunya untuk memperoleh keselamatan adalah melalui pertobatan dan iman yang benar. Rasul Paulus mengargumentasikan mata rantai proses penyelamatan dari pengutusan hingga orang tersebut percaya dan berseru kepada nama Tuhan (Roma 10:10-15). Dan pada ayat ke-2 dalam pasal yang sama Rasul Paulus menekankan iman yang berpengertian. Di dalam ibadah simbolik lahiriah tidak membutuhkan iman yang berpengertian. Seseorang hanya perlu mengikuti seluruh rancangan tata-ibadah lahiriah yang telah ditetapkan.

Ibadah di dalam roh dan kebenaran menuntut pengertian, karena dalam ibadah tersebut kita menyembah secara rohani dan secara kebenaran. Menyembah secara Kebenaran menuntut pemahaman, bukan sekedar ikut-ikutan. Orang yang telah hilang ingatan tidak bisa beriman secara rohani dan dalam kebenaran. Orang yang telah hilang ingatan adalah orang yang dikecualikan dalam tuntutan iman yang disertai pengertian.

Tetapi jika seseorang kehilangan ingatan pada umur sesudah menjadi akil-balik, maka jika ia meninggal ia akan masuk Neraka. Peristiwa kehilangan ingatan sesudah akil-balik adalah peristiwa berakhirnya anugerah baginya. Dapat dikatakan bahwa saat itu adalah saat ia meninggal secara rohani. Ketika kerohaniannya meninggal, jasmaninya ternyata masih berfungsi. Perbedaannya dengan orang normal adalah, orang normal meninggal sekaligus rohani dan jasmani, namun orang yang kehilangan kesadaran diri telah meninggal secara rohani namun masih tetap hidup secara jasmani.

Terhadap orang-orang yang kehilangan ingatan atau gila kita perlu berdoa atau berusaha secara medis agar ia bisa ingat kembali. Pada saat ia memiliki ingatan kembali, secepatnya ia diberitakan Injil yang benar agar ia bertobat dan percaya kepada Sang Juruselamat. Jika seseorang setelah bertobat dan beriman dengan benar, dan oleh satu dan lain hal ia hilang ingatan, maka kondisi barunya tidak akan mempengaruhi jaminan keselamatan yang telah diperolehnya. Misalnya seseorang yang pada masa mudanya telah bertobat dan percaya dengan segenap hati, bahkan sangat giat melayani, setelah tua menjadi pikun, bahkan mungkin dalam kepikunannya ia menyangkali Tuhan. Tindakannya yang dilakukan dengan tanpa memiliki kesadaran diri tentu tidak mempengaruhi pertobatan dan imannya yang telah dimilikinya pada saat ia dalam keadaan sadar penuh.

Baca juga  http://kebenaransuara.blogspot.com/2014/11/bagaimana-nasib-orang-yang-hidup.html

0 Silakan Berkomentar: