“Persekutuan adalah kata yang sering dipakai namun jarang dimengerti.
Persekutuan hanya benar-benar terjadi jika orang-orang yang terlibat
berkontribusi kepada hubungan itu. Ini adalah hubungan timbal balik.
Harus demikian barulah itu persekutuan sejati. Banyak yang salah
menyebutnya persekutuan ketika mereka menerima banyak kebaikan dari
orang lain, tetapi tidak memberikan apa-apa sebaliknya kepada hubungan
itu. Mereka salah. Itu bukan persekutuan. Itu adalah “jaring sosial
rohani.” Itu namanya menerima bantuan di gereja. Mereka ini kecanduan
“pelayanan kasih.” Yang lain lagi berpikir bahwa persekutuan adalah jika
mereka selalu memberi. Mereka yang berkontribusi dalam hubungan itu,
tetapi tidak menerima apa-apa. Kita memuji mereka untuk kemurahan
mereka, untuk kesabaran mereka, dan untuk ketekunan mereka. Tetapi
mereka adalah “orang tua” dari suatu persekutuan. Mereka ini “menggesek
korek api” yang mereka harap akan menyalakan sikap yang sama dalam hati
pihak yang lain itu. Tetapi kebenarannya, kebaikan yang satu arah
bukanlah persekutuan sejati. Bisa saja disebut penginjilan atau
kemurahan hati atau belas kasihan, tetapi ia bukanlah persekutuan.
Persekutuan adalah saling berbagi yang penuh bahagia, kemitraan hati di mana tiap orang selalu berinvestasi dalam orang yang lain. Ini adalah salah satu ekspresi kasih yang paling murni. Kisah akan orang buta dan orang lumpuh adalah kisah yang kuno, tetapi sedemikian ilustratif akan persekutuan Kristiani. Saya melihatnya dengan mata sendiri dalam suatu pelayanan rumah jompo tidak lama yang lalu. Dua lelaki tua, yang satu buta dan yang satu lumpuh memperlihatkan kepada saya apa itu persekutuan. Orang buta itu menyumbangkan kakinya dan orang lumpuh itu menyumbangkan matanya. Dave, si orang buta, mendorong Tom, si lumpuh temannya, di kursi rodanya, berkeliling daerah olahraga. Masing-masing menyumbangkan sesuatu ke dalam persahabatan itu dan keduanya semakin kaya karena pengalaman tersebut.
Mereka menikmati persekutuan yang sederhana dan primitif. Itulah inti dari persekutuan. Yaitu saya dan kamu masing-masing berkontribusi sesuatu ke dalam hubungan kita. Itu berarti kita sama-sama terlalu dewasa untuk hanya menjadi busa penyerap. Itu berarti kita terlalu bijak untuk menjadi penyedia jaring sosial bagi yang malas. Gereja modern sudah penuh akan penerima “jaring sosial,” yang selalu duduk-duduk, mengharapkan pemberian, tetapi tidak pernah mengkontribusikan apa-apa. Persekutuan melibatkan saling berbagi. Ini adalah hubungan yang unik yang dimiliki antara sesama “orang lumpuh” milik Surga yang saling membantu dalam perjalanan menuju rumah Bapa.”
sumber: www.wayoflife.org
Persekutuan adalah saling berbagi yang penuh bahagia, kemitraan hati di mana tiap orang selalu berinvestasi dalam orang yang lain. Ini adalah salah satu ekspresi kasih yang paling murni. Kisah akan orang buta dan orang lumpuh adalah kisah yang kuno, tetapi sedemikian ilustratif akan persekutuan Kristiani. Saya melihatnya dengan mata sendiri dalam suatu pelayanan rumah jompo tidak lama yang lalu. Dua lelaki tua, yang satu buta dan yang satu lumpuh memperlihatkan kepada saya apa itu persekutuan. Orang buta itu menyumbangkan kakinya dan orang lumpuh itu menyumbangkan matanya. Dave, si orang buta, mendorong Tom, si lumpuh temannya, di kursi rodanya, berkeliling daerah olahraga. Masing-masing menyumbangkan sesuatu ke dalam persahabatan itu dan keduanya semakin kaya karena pengalaman tersebut.
Mereka menikmati persekutuan yang sederhana dan primitif. Itulah inti dari persekutuan. Yaitu saya dan kamu masing-masing berkontribusi sesuatu ke dalam hubungan kita. Itu berarti kita sama-sama terlalu dewasa untuk hanya menjadi busa penyerap. Itu berarti kita terlalu bijak untuk menjadi penyedia jaring sosial bagi yang malas. Gereja modern sudah penuh akan penerima “jaring sosial,” yang selalu duduk-duduk, mengharapkan pemberian, tetapi tidak pernah mengkontribusikan apa-apa. Persekutuan melibatkan saling berbagi. Ini adalah hubungan yang unik yang dimiliki antara sesama “orang lumpuh” milik Surga yang saling membantu dalam perjalanan menuju rumah Bapa.”
sumber: www.wayoflife.org
0 Silakan Berkomentar:
Posting Komentar