Nas: 2 Korintus 12:1-10
Di antara para martir Anabaptis yang pantas untuk kita kenang adalah seorang bernama Thomas Hawkes, yang bersama dengan enam orang lainnya dihukum mati pada tanggal 9 Februari 1555. Hawkes adalah seorang pemuda yang memiliki mental yang bagus yang bekerja kepada Earl of Oxford. Ia fasih dalam ayat-ayat Kitab Suci, sehingga ia menolak untuk membaptiskan bayinya dalam Gereja Roma.
1 Setelah ditahan, ia dijebloskan dalam penjara selama berbulan-bulan sambil ia diadili oleh Uskup Edmund Bonner dari London yang sangat keji. Setelah Hawkes mengalami penderitaan dari pemenjaraan yang lama, Uskup Bonner akhirnya memutuskan hukuman mati.
Sesaat sebelum kematian Hawkes, sekelompok temannya berjanji untuk berdoa baginya pada waktu ujian yang menakutkan itu dan meminta sebuah tanda jika ia menyadari bahwa Kristus ada bersama dia pada waktu penyiksaan itu. Ia menyetujui permintaan mereka dan memutuskan bahwa ia akan mengangkat kedua tangannya sebagai tanda ada damai dalam dirinya. Hari eksekusinya, 25 Juni 1555, tiba, dan Hawkes dibawa ke sebuah tiang oleh Lord Rich, di mana Hawkes akan menjadi korban bakaran di atas mezbah prasangka buruk keagamaan. Ketika ia tiba di tempat di mana ia akan dibakar, sebuah rantai yang berat dilingkarkan di sekitar pinggangnya, dan ia diikat. Setelah memberikan kesaksian kepada mereka yang ada di dekatnya, ia mencurahkan isi hatinya kepada Allah dalam doa, dan api dinyalakan. Matahari bersinar dengan terang ke atas orang-orang yang berkumpul untuk melihatnya mati, tetapi sebuah kelompok teman-teman berdiri berdoa dan berusaha keras meng-gunakan mata mereka mencari-cari isyarat kemenangan.
Sang korban tidak bergerak dan perlahan api mulai menyelimuti tubuhnya.
Ketika ia berada lama di dalam api itu, dan kemampuan berbicaranya telah direbut oleh keganasan api itu, kulitnya mengerut, dan jari-jarinya habis dimakan api, sehingga dikira ia telah habis dimakan api, tiba-tiba dan di luar segala dugaan, orang baik ini ingat akan janjinya, mengangkat kedua tangannya yang terbakar dalam api ke atas kepalanya kepada Allah yang hidup, dan nampak sangat bersukacita, bertepuk tangan sebanyak tiga kali. Terdengar sebuah teriakan besar setelah peristiwa itu, dan kemudian martir Kristus yang terkasih ini, tenggelam di dalam api, menyerahkan nyawanya.
2 Kasih karunia Allah cukup, dan kebenaran ini dibuktikan berulang kali. Uskup Bonner telah memeriksa Rob Smith karena penolakannya untuk mengizinkan baptisan bayi. Smith menyatakan, “Untuk menilai anak-anak yang tidak dibaptis tidak diselamatkan adalah jahat,” dan ia mendapatkan hukuman yang serupa. Pada waktu eksekusinya pada tanggal 8 Agustus di Uxbridge, ia ditinggalkan sebagai sesosok mayat yang telah hitam gosong yang dikira orang sudah meninggal. Tetapi, menggemparkan kerumunan massa pada waktu itu, ia bangkit, dan mengangkat sisa kedua lengannya yang telah terbakar, “berusaha untuk menyanyikan pujian kepada Allah sebelum jiwanya pergi.”
3 Tidak hanya kaum Anabaptis menderita, tetapi pada tanggal 17 Oktober 1555, uskup-uskup Gereja Inggris yang terkemuka juga mengalami kemartiran. Ketika mereka akan dibawa ke tiang bakaran, Ridley berkata kepada Latimer, “Jangan takut saudara, karena Allah akan mengurangi keganasan nyala api dan juga akan menguatkan kita untuk tinggal di dalamnya.” Ketika api dinyalakan, Latimer berseru kepada Ridley, “Bergiranglah Ridley; dan berlakukan sebagai seorang laki-laki. Hari ini kita, oleh kasih karunia Allah, akan menyalakan sebuah lilin di Inggris, yang aku percaya, tidak akan bisa dipadamkan.” Adalah jelas bahwa banyak orang menderita dan bahwa kaum Anabaptis diincar untuk mengalami kekejaman yang hebat.
Sumber Renungan Harian yg tertulis dlm buku "THIS DAY IN BAPTIST HISTORY"
Di antara para martir Anabaptis yang pantas untuk kita kenang adalah seorang bernama Thomas Hawkes, yang bersama dengan enam orang lainnya dihukum mati pada tanggal 9 Februari 1555. Hawkes adalah seorang pemuda yang memiliki mental yang bagus yang bekerja kepada Earl of Oxford. Ia fasih dalam ayat-ayat Kitab Suci, sehingga ia menolak untuk membaptiskan bayinya dalam Gereja Roma.
1 Setelah ditahan, ia dijebloskan dalam penjara selama berbulan-bulan sambil ia diadili oleh Uskup Edmund Bonner dari London yang sangat keji. Setelah Hawkes mengalami penderitaan dari pemenjaraan yang lama, Uskup Bonner akhirnya memutuskan hukuman mati.
Sesaat sebelum kematian Hawkes, sekelompok temannya berjanji untuk berdoa baginya pada waktu ujian yang menakutkan itu dan meminta sebuah tanda jika ia menyadari bahwa Kristus ada bersama dia pada waktu penyiksaan itu. Ia menyetujui permintaan mereka dan memutuskan bahwa ia akan mengangkat kedua tangannya sebagai tanda ada damai dalam dirinya. Hari eksekusinya, 25 Juni 1555, tiba, dan Hawkes dibawa ke sebuah tiang oleh Lord Rich, di mana Hawkes akan menjadi korban bakaran di atas mezbah prasangka buruk keagamaan. Ketika ia tiba di tempat di mana ia akan dibakar, sebuah rantai yang berat dilingkarkan di sekitar pinggangnya, dan ia diikat. Setelah memberikan kesaksian kepada mereka yang ada di dekatnya, ia mencurahkan isi hatinya kepada Allah dalam doa, dan api dinyalakan. Matahari bersinar dengan terang ke atas orang-orang yang berkumpul untuk melihatnya mati, tetapi sebuah kelompok teman-teman berdiri berdoa dan berusaha keras meng-gunakan mata mereka mencari-cari isyarat kemenangan.
Sang korban tidak bergerak dan perlahan api mulai menyelimuti tubuhnya.
Ketika ia berada lama di dalam api itu, dan kemampuan berbicaranya telah direbut oleh keganasan api itu, kulitnya mengerut, dan jari-jarinya habis dimakan api, sehingga dikira ia telah habis dimakan api, tiba-tiba dan di luar segala dugaan, orang baik ini ingat akan janjinya, mengangkat kedua tangannya yang terbakar dalam api ke atas kepalanya kepada Allah yang hidup, dan nampak sangat bersukacita, bertepuk tangan sebanyak tiga kali. Terdengar sebuah teriakan besar setelah peristiwa itu, dan kemudian martir Kristus yang terkasih ini, tenggelam di dalam api, menyerahkan nyawanya.
2 Kasih karunia Allah cukup, dan kebenaran ini dibuktikan berulang kali. Uskup Bonner telah memeriksa Rob Smith karena penolakannya untuk mengizinkan baptisan bayi. Smith menyatakan, “Untuk menilai anak-anak yang tidak dibaptis tidak diselamatkan adalah jahat,” dan ia mendapatkan hukuman yang serupa. Pada waktu eksekusinya pada tanggal 8 Agustus di Uxbridge, ia ditinggalkan sebagai sesosok mayat yang telah hitam gosong yang dikira orang sudah meninggal. Tetapi, menggemparkan kerumunan massa pada waktu itu, ia bangkit, dan mengangkat sisa kedua lengannya yang telah terbakar, “berusaha untuk menyanyikan pujian kepada Allah sebelum jiwanya pergi.”
3 Tidak hanya kaum Anabaptis menderita, tetapi pada tanggal 17 Oktober 1555, uskup-uskup Gereja Inggris yang terkemuka juga mengalami kemartiran. Ketika mereka akan dibawa ke tiang bakaran, Ridley berkata kepada Latimer, “Jangan takut saudara, karena Allah akan mengurangi keganasan nyala api dan juga akan menguatkan kita untuk tinggal di dalamnya.” Ketika api dinyalakan, Latimer berseru kepada Ridley, “Bergiranglah Ridley; dan berlakukan sebagai seorang laki-laki. Hari ini kita, oleh kasih karunia Allah, akan menyalakan sebuah lilin di Inggris, yang aku percaya, tidak akan bisa dipadamkan.” Adalah jelas bahwa banyak orang menderita dan bahwa kaum Anabaptis diincar untuk mengalami kekejaman yang hebat.
Sumber Renungan Harian yg tertulis dlm buku "THIS DAY IN BAPTIST HISTORY"
0 Silakan Berkomentar:
Posting Komentar