Pages

Subscribe:

Ads 468x60px

Seandainya Tidak Tuhan Tolong

Tetapi seandainya tidak, hendaklah tuanku mengetahui, ya raja, bahwa kami tidak akan memuja dewa tuanku, dan tidak akan menyembah patung emas yang tuanku dirikan itu. (Daniel 3:18)
Kita tentu setuju bahwa iman itu penting untuk berdoa secara efektif (Markus 11:4). Namun, tidak sedikit orang yang berdoa dengan tidak yakin. Atau, sebaliknya, ada pula yang berdoa dengan begitu ngotot, seakan-akan mewajibkan Allah menjawab doanya. Untuk tidak tergelincir ke dalam salah satu dari dua ekstrem itu, kita dapat belajar dari doa penuh iman yang dipanjatkan oleh Sadrakh, Mesakh, dan Abednego.
Tidak perlu dipertanyakan lagi, ketiga pemuda ini pasti ingin diselamatkan dari perapian yang menyala-nyala itu. Mereka penuh iman, sangat yakin bahwa Allah sanggup melepaskan mereka (ay. 17).

Menariknya, mereka membubuhkan catatan, “Tetapi seandainya tidak…” (ay. 18). Ini membuktikan kesejatian iman mereka. Ini bukan ungkapan pesimistis, melainkan pengakuan yang realistis tentang tak terbatasnya hikmat Sang Pencipta, bahwa cara penyelamatan-Nya tidak selalu dapat dipahami oleh manusia. Ini juga membuktikan bahwa ada yang lebih penting dari nyawa mereka, yakni Allah dan hubungan mereka dengan-Nya. Mereka tidak menuntut Allah mengabulkan doa, tetapi dengan penuh iman menempatkan diri di bawah kedaulatan dan kehendak-Nya.
Pada saat doa kita tidak dikabulkan, respons kita menunjukkan kualitas iman yang kita miliki. Dalam doa di taman Getsemani, Yesus meneladankan iman yang penuh penyerahan diri, “Bukanlah kehendak-Ku, melainkan kehendak-Mulah yang terjadi.” Iman yang tidak hanya menantikan jawaban doa, tetapi terutama merindukan agar kehendak Tuhan terjadi.
Iman itu berserah, bukan menuntut Allah !
Sumber: Renungan Harian

0 Silakan Berkomentar: