Pages

Subscribe:

Ads 468x60px

SERI DOKTRIN ALKITAB ALKITABIAH

ALKITAB BAHASA ASLI (bag 1)

Tiap-tiap orang Kristen pasti mempunyai rasa ingin tahu (curiosity) tentang Alkitab bahasa asli. Terlebih ketika Alkitab terjemahan tidak menyelesaikan persoalan, maka timbul pikiran untuk melihat Alkitab dalam bahasa aslinya. Alkitab bahasa asli adalah otoritas puncak (final Authority) untuk menyelesaikan segala macam perdebatan teologia maupun percekcokan doctrinal. Semua Alkitab terjemahan hanya memuat kebenaran secara konsep (conceptual) bukan kebenaran secara arti kata dan tata bahasa (literal and grammatical). Oleh sebab itu jika melakukan pembahasan Alkitab secara etimologi, maka harus kembali ke Alkitab bahas asli karena peralihan bahasa menyebabkan perubahan bentuk kata dan juga susunan kalimat.

Patut disadari bahwa ada perbedaan antara satu bahasa dengan yang lain. Ada bahasa yang banyak vocabularynya dan ada bahasa yang sedikit. Kita tidak mengatakan bahwa Alkitab hasil terjemahan akan salah atau kurang bermutu, tetapi hanya ada kekurangan dalam menyampaikan semua ide penulis. Misalnya (agape) dan (fileo) dalam bahasa Indonesia kedua-duanya tetap diterjemahkan dengan kata “kasih” saja.

Karena Allah mengilhamkan kebenaranNya dengan bahasa manusia, maka pemakaian tiap-tiap kata dalam wahyu tertulisNya pasti adalah yang dipilihNya secara khusus. Bahkan tata-bahasa yang dipergunakanNya juga pasti yang sesuai dengan aturan tata-bahasa manusia pemakai bahasa itu agar tidak menyebabkan kebingungan bagi penerima wahyu. Selanjutnya karena Allah memakai bahasa Ibrani untuk penulisan kitab PL (Perjanjian Lama) dan bahasa Yunani untuk penulisan kitab PB, maka kitab PL yang bahasa Ibrani serta kitab PB yang bahasa Yunani itu sangat penting setidaknya untuk dikenal oleh setiap orang Kristen, apalagi seorang penyampai firman Tuhan.

Alkitab Bahasa Asli PL
Sebagaimana telah kita ketahui bahwa kitab PL orang Kristen itu berasal dari kitab suci orang Yahudi. Dalam bab mengenai kanon telah kita bahas tentang jumlah kitab dan alasan kitab-kitab itu dimasukkan ke dalam kanon. Jumlah kitab PL bertambah sesuai dengan berjalannya waktu sampai nabi Maleakhi menuliskan pasal 4 ayat 6 yang jatuh pada kira-kira 400 tahun sebelum kedatangan Kristus.

Pada waktu kejatuhan Yerusalem ke tangan Babilon, kelihatannya kitab-kitab PL yang sudah ada pada saat itu diselamatkan oleh nabi Yeremia. Nabi Yeremia yang tahu persis apa yang akan terjadi menyadari bahwa kitab suci jauh lebih berharga dari apapun. Nebukadnezar yang tahu bahwa Yeremia menubuatkan kejatuhan Yerusalem sangat menghormati Yeremia. Bahkan ia membiarkan Yeremia memilih apakah ia mau tinggal di Yerusalem atau mau ikut ke Babel, dan akhirnya Yeremia memilih tinggal di Yerusalem (Yer 39:11-14, 40:4-5).

Sekembali dari pembuangan, orang Yahudi mengalami kebangunan rohani. Mereka bukan hanya pergi ke Yerusalem 3x setahun, bahkan mendirikan sinagoge di seluruh Israel. Keberadaan sinagoge itu bukan hanya untuk kegiatan keagamaan, bahkan bermanfaat sebagai sekolahan membaca bagi anak-anak. Keadaan ini menyebabkan dibutuhkannya kitab-kitab PL karena itu adalah bahan bacaan satu-satunya. Keadaan ini juga sekaligus melestarikan kanon kitab PL karena jumlahnya menjadi semakin banyak sehingga kalau yang satu rusak, masih ada yang lain. Kini terkumpul sekitar 200 ribu naskah kuno dalam bentuk fragment dalam bahasa Ibrani dan Aramik. Dengan cara demikian Allah memelihara firmanNya, yaitu agar orang-orang di kemudian hari dapat memperbandingkannya. Ada yang bertanya, “apakah kitab PL yang ada di tangan kita masih asli?” Jawabannya, “tentu, karena ada kurang lebih 200 ribu fragment yang terkumpul dan dibanding-bandingkan.

Ketika Alexander Agung mengalahkan dunia pada abad ketiga sebelum kedatangan Kristus, bahasa Yunani menjadi bahasa internasional. Satu abad kemudian, yaitu abad kedua sebelum kedatangan Kristus, generasi muda Yahudi perantauan menjadi lebih fasih berbahasa Yunani sehingga penerjemahan kitab PL ke dalam bahasa Yunani dirasakan sangat diperlukan. Kemudian sebuah kitab terjemahan dihasilkan oleh 72 orang penerjemah, dan disebut Septuaginta yang artinya 70, yaitu angka genap (dibulatkan) dari jumlah penerjemahnya.

Akhirnya pada masa kehadiran Tuhan Yesus, kitab PL yang beredar ada 2 macam, yaitu yang berbahasa Ibrani dan berbahasa Yunani (Septuaginta). Selain terdiri dari 2 macam bahasa, juga ada versi yang dipakai di sinagoge dan versi yang dipakai oleh pribadi di rumah. Versi sinagoge disalin ulang dengan sangat teliti. Jika ditemukan 4 kesalahan, maka dinggap rusak dan segera dimusnahkan. Mereka tidak menghendaki kehadiran salinan yang ada kesalahan agar jangn sampai makin hari makin banyak salinan yang salah.

Kemudian pada tahun A.D. 70 Sesudah Masehi, terjadi penghancuran kota Yerusalem beserta Bait Allah. Orang Israel terkocar-kacir dan tersebar ke mana-mana. Mereka kehilangan identitas sebagai bangsa. Setelah melalui sebuah periode waktu yang agak panjang sebagian orang Israel menyadari bahwa mereka perlu berbuat sesuatu agar identitas bangsa mereka tidak terhilang sama sekali. Mereka menyadari bahwa kitab PL yang terus-menerus dibacakan di sinagoge dan dalam keluarga masing-masing, maka keyahudian mereka pasti tidak akan hilang.

Pada periode AD 70-900, sekelompok orang Yahudi yang disebut Baly ha-masoret (master of tradition atau guru adapt-istiadat) berusaha mengumpulkan salinan-salinan untuk memantapkan eksistensi kitab PL. Perlu diketahui bahwa yang terbakar adalah yang ada di kota Yerusalem, tetapi masih ada banyak salinan yang tersimpan di sinagoge-sinagoge yang bisa dijadikan patokan. Alasan yang mendorong mereka melakukan pekerjaan itu ialah karena salinan yang ada hanya tertulis dengan huruf mati sedangkan generasi muda Yahudi yang sudah tersebar mengalami kesulitan untuk membaca tanpa huruf hidup. Bagi yang lancar berbahasa Ibrani, ia tidak membutuhkan huruf hidup, melainkan cukup dengan huruf mati (konsonan) saja sudah bisa membaca dan mengerti artinya. Jadi kalau kalimatnya, “Musa turun dari gunung Sinai” itu hanya ditulis “Ms trn dr gnng sn”

Jadi Baly ha Masoret itu berusaha mengumpulkan salinan-salinan dan berusaha membubuhkan huruf hidup (vokal) agar generasi yang kurang fasih berbahasa Ibrani bisa belajar membaca. Hasilnya bukan saja iman Yudaisme mereka tetap terpelihara, bahkan bahasa Ibrani tetap lestari sementara bahasa Mesir, Persia dan lain-lain musnah terkikis waktu. Dengan demikian jati diri mereka sebagai orang Yahudi tetap terpelihara sekalipun mereka tersebar ke segala penjuru dunia.

Dalam melaksanakan tugas yang sangat berat itu para Baly ha masiret dibantu oleh ahli tata-bahasa (grammar) yang dalam bahasa Ibrani disebut nag danim. Karena kita PL asli yang ditulis Musa, Daud, Samuel, dll tidak memakai huruf hidup (vokal) dan juga tanpa tanda baca, maka sulit dimengerti oleh generasi muda Yahudi maupun bangsa lain yang mempelajari bahasa asli kitab PL. Para Baly ha masoret dan nag danim, orang-orang Yahudi yang masih sangat fasih bahkan ahli dalam bahasa Ibrani itu, menolong memasang huruf hidup dan tanda baca ke dalam teks yang tadinya hanya terdiri dari huruf mati dan tanpa tanda baca.

Kesederhanaan teks yang ditulis jauh sebelum Masehi itu tentu bukanlah suatu kesalahan karena perkembangan pengetahuan bahasa pada saat itu Cuma hanya sampai pada tahap itu. Penambahan huruf hidup dan tana baca itu sama sekali bukan menambahi firman Tuhan, melainkan hanya menjadikan bunyi yang sudah ada ke dalam tanda baca. Misalnya, makan kalau dulu ditulis mkn saja, maka sekarang ditambahkan dua huruf ’a’ sehingga menjadi makan. Bahkan bahasa Indonesia pernah mengalami beberapa kali penyempurnaan. Dulu Soekarno sekarang menjadi Sukarno. Dulu djangan sekarang menjadi jangan, dan dulu tjepat sekarang menjadi cepat.

Para Baly ha Masoret dan nag danim yang hidup sesduah AD 70 yang mengkuatirkan keimanan anak cucu bangsa Israel telah dipakai Allah untuk memelihara kitab PL yang sangat dibutuhkan jemaat Perjanjian Baru. Hasil karya mereka disebut Masoretic Text (Teks Masoretik) dipakai oleh baik kaum Yahudi maupun orang-orang Kristen.

Doktrin Alkitab Alkitabiah (Bag 2)
Gulungan di Laut Mati (Dead Sea Scroll) Bag 2

Pada tahun 1947 dunia kekristenan dikejutkan dengan ditemukannya Dead Sea Scroll (DSS). Seorang bocah Baduin yang berusaha mencari dombanya yang hilang tanpa sengaja memasuki gua di Wadi Qumran, sebelah Barat Daya laut Mati. Di dalam gua yang gelap, ia tersandung pada gulungan benda yang panjangnya 2 kaki dan tebalnya 10 inci. Para gembala itu menjualnya ke toko antik di Bethlehem yang membeli beberapa gulung, dan seorang Archbishop dari gereja Orthodox Syria membeli sisanya. Beberapa orang ahli menelitinya dan menyimpulkan bahwa itu tidak ada nilainya. Tetapi E.L Sukenik, dari Hebrew University di Yerusalem, mengenal keunikan gulungan itu dan membeli tiga gulungan. Gulungan lain dibawa ke American School of Oriental Research, diteliti oleh J.C Trever dan W.F. Albright, seorang arkeolog Alkitab, akhirnya pada tahun 1948 menyadari bahwa itu adalah gulungan kitab-kitab PL.

Pada akhit tahun 1951 kembali di sekitar gua-gua laut Mati, yaitu di gua Wadi Murabba’at ditemukan lagi gulungan-gulungan lain diantaranya juga terdapat gulungan Teks masoretik. Pada tahun 1952 dilakukan eksplorasi yang lebih intensif dan di gua yang terletak di sebelah Barat Khirbet Qumran ditemukan hampir keseluruhan kitab PL kecuali kitab Ester.

Adapun isi dari manuscripts (MSS) yang ditemukan di Qumran itu ada sebagian yang berbeda dari Teks masoretik namun sama dengan Septuaginta (LXX). Tetapi lebih banyak kesamaannya dengan Teks Masoretik daripada LXX. Kelihatannya MSS yang ditemukan di Qumran itu adalah teks yang dipergunakan oleh pribadi, bukan yang dipergunakan di Sinagoge, karena ada banyak catatan pinggir, dan naskah tua yang diperkirakan sebelum Kristus, ternyata ada tambahan huruf hidup (vokal). Kita tahu bahwa naskah bahasa Ibrani sebelum para Baly ha-Masoret memasangkan huruf hidup (vokal) naskah resmi yang dipakai di Bait Allah dan sinagoge itu hanya terdiri dari huruf mati (konsonan) saja. Jadi kalau ada naskah sebelumnya yang terdapat selipan huruf hidup adalah naskah pribadi yang dipakai di keluarga. Biasanya karena anak-anak mereka belum terbiasa membaca tanpa huruf hidup, maka orang tua mereka membantu dengan menambahi huruf hidup bagi mereka.

Kalangan Liberal menjadi kalang kabut dengan ditemukannya Dead Sea Scroll (DSS), namun sebagian mereka menjadikannya dasar untuk membangun Critical Texts (Teks Pengritik) untuk mendiskreditkan Teks Masoretik. Tetapi kalangan Fundamental tetap yakin bahwa Teks Masoretik (MT) adalah teks terpercaya karena bukan hanya telah dikerjakan dengan sangat hati-hati, bahkan sumber landasannya adalah naskah resmi yang dipakai di sinagoge-sinagoge, bukan naskah pribadi yang telah banyak penambahan dan pengurangan. Kita bisa memahami kalau sesuatu itu milik pribadi maka bisa ditambah dan dikurangi seperti yang kita lakukan terhadap Alkitab kita hari ini, dimana kita membuat catatan di pinggir dan menandainya dan lain sebagainya.

Alkitab Bahasa Asli PB

Di dunia ini tidak ada tulisan yang lebih terpelihara daripada naskah-naskah kitab PB. Allah memelihara naskah-naskah itu melalui orang-orang percaya yang menyayangi naskah itu sehingga mereka berusaha memilikinya dengan memperbanyaknya. Dengan cara diperbanyak, maka Iblis tidak dapat memusnahkannya, dan sekaligus untuk menjaga keotentikannya karena di kemudian hari kita dapat membanding-bandingkannya.

Kini telah tersimpan kurang lebih 3 ribu copy naskah PB tulisan tangan dalam bahasa Yunani dalam bentuk fragment dan 2 ribu copy dalam bentuk penjelasan (telah ditambahkan berbagai penjelasan) untuk kebutuhan pembacaan tiap hari, 8 ribu manuscript dalam bahasa Latin, dan sekitar 2 ribu terjemahan versi kuno. Tersedianya naskah-naskah kuno itu telah menjamin sehingga pekerjaan mengedit sebuah kitab PB ke dalam bentuk buku setelah kertas dan alat cetak ditemukan itu dapat dilakukan. Allah telah memeliharanya dengan cara memperbanyak dan menyimpannya hingga manusia dapat menjilidnya menjadi sebuah kitab pada saat manusia telah menemukan alat cetak dan kertas.

Sesungguhnya naskah-naskah PB dalam bahasa Yunani telah tersebar kemana-mana. Sesudah abad ketiga kelihatannya bahasa Latin menjadi bahasa yang cukup penting, terutama disebabkan karena pemerintahan Roma telah berlangsung cukup lama. Pada saat itu menurut Agustinus, hampir setiap orang yang tahu 2 bahasa, yaitu Yunani dan Latin, berusaha menerjemahkan kitab-kitab PB walaupun tidak lengkap. Itulah sebabnya kini terdapat sekitar 8 ribu naskah kuno kitab PB dalam bahasa Latin. Secara resmi pada tahun 382, Paus Damasus menunjuk Jerome untuk menerjemahkan atau sebenarnya mengedit terjemahan-terjemahan tidak resmi terhadap 4 Injil. Hasil revisi yang dikerjakan oleh Jerome itu kemudian dikenal dengan Vulgate yang dalam bahasa Latin itu berarti ‘umum,’ mungkin maksudnya dipakai untuk umum. Versi Vulgate dipakai secara resmi oleh Gereja Katolik ratusan bahkan ribuan tahun.

Buku tertua dalam cetakan ialah buku dalam tulisan Tionghoa Diamond Sutra, yang dicetak pada tahun 868 dengan alat cetak kayu. Pada abad ke-11 orang Tionghoa meningkatkan penciptaan alat cetak bergerak dengan tanah liat. Namun apa yang telah dicapai di China tidak ada hubungannya dengan penemuan alat cetak di Eropa. Johannes Gutenberg adalah orang pertama yang menemukan alat cetak pada tahun 1440 di benua Eropa.

Buku pertama yang dicetak oleh percetakan Gutenberg ialah Alkitab versi Vulgate yang cakap dalam ukuran folio, yang selesai pada tahun 1456, yang terkenal dengan sebutan Gutenberg Bible.

Pada tahun 1502, persiapan pencetakan Alkitab bahasa Yunani dimulai dibawah pimpinan Kardinal Ximenes dari Spanyol. Kitab PB dicetak paralel 3 bahasa, yaitu Latin, Ibrani, dan Yunani LXX. Proyek ini dilakukan di kota Alcala yang dalam bahasa Latin disebut Complutum sehingga Alkitab itu disebut Complutensian Polyglot. PB selesai pada tahun 1514 dan PL selesai 1517, namun belum pernah beredar karena pada tahun 1520 baru diterima oleh Paus dan pada tahun 1522 baru dipublikasikan.

Sementara itu pada tahun 1515 seorang ahli bahasa yang bernama Desiderius Erasmus berusaha mengedit kitab PB dalam bahasa Yunani dengan mendasarkannya pada lima manuscript tradisional yang tersimpan di Basel dan menerbitkannya pada bulan Maret tahun 1516. Dengan demikian maka kitab PB bahasa Yunani yang pertama dicetak adalah Complutension Polyglots sedangkan yang pertama terbit dan beredar di masyarakat adalah edisi Desiderius Erasmus. Tidak dapat dipungkiri bahwa kitab PB ini telah memungkinkan Martin Luther menyadari kesalahan Gereja Katolik, demikian juga dengan Bapak-bapak Reformasi yang lain.

Sangat disayangkan karena naskah yang dimiliki oleh Erasmus itu ternyata 6 ayat terakhir dari kitab Wahyu telah hilang sehingga ia menerjemahkannya sendiri dari Vulgate ke bahasa Yunani. Namun kemudian setelah ia mendapatkan naskah yang memiliki 6 ayat terakhir kitab Wahyu masih utuh, ia memperbaikinya pada edisi ke-2. Kemudian setelah melihat Manuscript Codex 61 Erasmus memasukkan 1 Yoh 5:7,8 yang dikalangan teolog disebut Johannen Coma. Dan Luther menerjemahkan edisi ke-2 yang terbit 1519 dan yang telah disempurnakan ini ke dalam bahasa Jerman. Penyempurnaan demi penyempurnaan dilakukan setelah melihat naskah-naskah kuno dan membanding-bandingkannya dengan Polyglot sehingga keseluruhannya Erasmus menerbitkan 5 edisi. Ingat, dalam tiap perbaikan itu tidak ada penambahan atau pengurangan firman Tuhan, melainkan memeriksa hasil karyanya dan membandingkannya dengan naskah-naskah yang jumlahnya sekitar 3 ribu naskah kuno.

Rupanya menurut Robert Estienne (yang lebih dikenal dengan Stephanus), hasil kerja Erasmus masih perlu diperbagus lagi. Ia menerbitkan 4 edisi berturut-turut tahun 1546, 1549, 1550, 1551, yang tiap edisinya terdapat perbaikan-perbaikan yang tidak terlalu berarti, seperti penambahan judul perikop dan lain-lain. Edisi ke-3 (1550) dari Stephanus ini dikenal dengan sebutan Royal Edition (Edition Regia). Edisi ke-4 terbit tahun 1551 dengan dilengkapi pasal dan ayat sebagaimana kita pakai hari ini. Kita patut berterima kasih kepada Stephanus yang telah menolong kita agar lebih gampang mencari bagian firman Tuhan yang kita inginkan. Bayangkan kalau tidak ada pasal dan ayat, pasti kita akan mengalami banyak kesulitan.

Theodore Beza, seorang yang tersohor di kalangan Prostestan, juga menerbitkan kitab PB bahasa asli dalam ukuran folio dengan memakai teks Stephanus sebagai dasar. Ketenaran Theodore Beza turut mempopulerkan teks Erasmus dan Stephanus yang dipakainya sebagai dasar sehingga kalangan reformasi memakai teks mereka sedangkan kalangan Katolik memakai Polyglot.

Keluarga Elzevir, pemilik penerbit berbagai buku klasik, ikut juga meramaikan penerbitan kitab PB bahasa asli yang sangat digemari masyarakat yang baru mengalami reformasi itu. Pada edisi ke-2 terbitannya tercantum tulisan ”Kini anda memiliki teks yang telah diterima oleh semua kalangan, yang didalamnya tidak ada penambahan maupun kesalahan.”

Akhirnya ungkapan Received Text atau Textum Receptum yang biasa disingkat TR, menjadi nama dari teks yang pertama diedit oleh Desiderius Erasmus, diperlengkapi dan diperindah oleh Stephanus, dipromosikan Theodore Beza dan keluarga Elzevir, diberikan kepada teks yang diterima dan dipakai di kalangan orang-orang percaya yang telah dilahirbarukan di dalam Tuhan. Teks ini kemudian diterjemahkan ke berbagai bahasa termasuk ke dalam bahasa Inggris, King James Version (KJV), yang diterjemahkan pada tahun 1611 atas perintah raja Inggris yang bernama James dan dikerjakan oleh lebih dari 50 ahli bahasa. Teks yang mereka pakai sebagai dasar ialah Teks Stephanus edisi 3 dan 4 dan edisi Beza terbitan 1598.

Masyarakat, terutama orang-orang yang telah lahir baru, sangat bersukcaita atas tersedianya kitab suci dalam bentuk cetakan bahkan dalam bahasa mereka yang dapat mereka miliki secara pribadi dengan harga yang relatif lebih murah dari sebelumnya. Sebelumnya harga sebuah Alkitab tulisan tangan yang rapi itu sama dengan harga sebuah gedung berlantai dua di dekat London Bridge. Terkutuklah orang yang tidak menghargai firman Tuhan yang ada ditangannya hari ini.

SERI DOKTRIN ALKITAB ALKITABIAH (Bagian 3-Ending)
Serangan Iblis
Textum Receptum (TR) adalah naskah PB yang dipakai oleh orang-orang Kristen di seluruh dunia, dan diterjemahkan ke berbagai bahasa oleh misionaris modern yang dipelopori oleh misionaris Baptis, William Carey, ke India dan akhirnya banyak misionaris ke seluruh penjuru dunia. Selama kurang lebih 380 tahun, Iblis tidak menemukan cara untuk menghalangi tersebarnya firman Tuhan ke seluruh dunia walaupun dilakukannya juga serangan kecil-kecilan yang tidak membawa efek terhadap TR.

Karl Lachmann dari Jerman tercatat adalah orang pertama yang menerbitkan edisi PB yang sifatnya menyerang TR pada tahun 1831. Setelah dua edisi teks pengritik/Critical Texts (CT) diterbitkannya ternyata tidak ada yang menggubrisnya. Pada tahun 1857 Samuel Prideaux Tregelles di Inggris juga menerbitkan Critical Text untuk menyerang TR. Kemudian Constanstin Tischendorf seorang yang menemukan naskah Codex Sinaiticus turut menerbitkan teks PB yang bersifat menyerang keakuratan TR.

Serangan yang kelihatannya memakan banyak korban adalah yang dilakukan Iblis melalui dua orang, yaitu Brooke Foss Westcott seorang Bishop gereja Anglikan, dan Fenton John Anthony Hort seorang dosen dari Cambridge University. Untuk mempersingkat nama mereka, biasanya hanya ditulis Westcott-Hort (WH). Mereka menerbitkan Critical Text (CT) untuk menyerang Textum Receptum (TR) pada tahun 1881. Mereka mendasarkan edisi yang mereka terbitkan pada naskah yang diberi nama (aleph) yang ditemukan di Sinai yang juga disebut Sinaiticus dan naskah yang diberi nama B yang kata mereka tersimpan di perpustakaan Vatikan.

Menurut Dr. D. A. Waite, antara CT hasil WH dibandingkan dengan TR yang sudah dipakai lebih dari 300 tahun terdapat 5604 perbedaan yang terdiri dari 1952 penghilangan (35%), 467 penambahan (8%) dan 3185 perubahan 57%. Dengan perubahan yang besar-besaran ini kelihatannya serangan terhadap firman Tuhan semakin serius dan intensif. Gelombang pertama yang tumbang berjatuhan adalah teolog-teolog Liberal di Jerman. Keraguan mereka terhadap firman Tuhan mulai muncul bahkan akhirnya mereka melihat Alkitab hanya sekedar buku sejarah. Mereka tidak percaya kepada kesanggupan Allah untuk memelihara firmanNya. Padahal Tuhan Yesus sudah mengatakan bahwa, “Langit dan bumi akan berlalu, tetapi perkataan-Ku tidak akan berlalu” (Lukas 21:33). Kalau Tuhan berjanji bahwa perkataanNya tidak akan berlalu, maka jelas sekali bahwa Ia akan memeliharanya.

Setelah teolog Jerman tumbang, kemudian angin pukulan CT melanda Eropa sehingga muncul berbagai kritik terhadap Alkitab (buku yang telah berjasa merubah orang-orang Eropa menjadi manusia bermoral). Akhirnya angin serangan terhadap Alkitab itu sampai juga ke Amerika. Bersama dengan itu muncul berbagai Alkitab bahasa Inggris terjemahan modern yang didasarkan pada naskah PB dari teks CT. Antara lain: English Revised Version=ERV (1881), American Standard Version=ASV (1901), New American Standard Version=NASV (1960), New English Version=NEV (1961), New International Version=NIV (1969).

Bagaimana dengan Alkitab bahasa Indonesia? Dulu Alkitab bahasa Indonesia (LAI-TL) diterjemahkan dari TR. Kelihatannya Alkitab Terjemahan Baru (LAI-TB) sedikit terpengaruh oleh CT dari WH. Banyak pembaca tidak menyadari maksud dibalik banyak ayat dalam Alkitab Terjemahan Baru yang diberi tanda kurung siku, contoh [...]. Sebagian dosen STT di Indonesia yang sudah terhembus angin Liberalisme mengatakan kepada murid-murid mereka bahwa ayat itu tidak ada dalam Alkitab bahasa aslinya. Penjelasan demikian tentu akan mengundang banyak pertanyaan susulan, yaitu siapa yang menambahkan dan mengapa ditambahkan? Contoh Kisah Para Rasul 8:37, I Yohanes 5:7,8 dan lain-lain.

Ternyata Lembaga Alkitab Indonesia (LAI) memberi tanda kurung siku pada ayat-ayat yang ada dalam teks TR namun tidak ada dalam teks CT. Tindakan demikian masih baik daripada menghilangkan ayat itu sama sekali. Namun sebenarnya tidak perlu diberi tanda kurung siku [...] karena itu adalah firman Tuhan. Jangan kita menganaktirikan ayat-ayat tertentu, karena itu adalah firman Tuhan yang telah Tuhan janjikan akan dipelihara sehingga tidak akan lenyap sekalipun langit dan bumi telah lenyap.

Teks Mana Yang Dipelihara Tuhan?
Karena adanya dua teks Alkitab bahasa asli yang berbeda, maka wajar sekali kalau orang bertanya, teks mana yang dipelihara Tuhan? Atau teks mana yang dipakai oleh Tuhan untuk menyelamatkan jiwa-jiwa yang terhilang? Kiranya Tuhan memberi kita hikmat untuk menilai agar hasil penilaian kita tidak menjerumuskan orang-orang yang mencintai kebenaran.

Menilai Isinya
Sesungguhnya sama sekali tidak sulit untuk mengetahui teks mana antara TR dan CT yang dipelihara Tuhan untuk menjadi standar kebenaran bagi umatNya. Kita tahu bahwa kalau Tuhan memelihara teks itu, maka tentu tidak akan ada kesalahan-kesalahan yang konyol yang justru mengisyaratkan keterlibatan Tuhan di dalam prosesnya, melainkan Iblis.

Sejak edisi ke-3 dari Stephanus tahun 1550 dan edisi ke-4 yang terbit satu tahun kemudian dengan penambahan nomor pasal dan ayat, maka TR telah sempurna sampai hari ini. Ia diterjemahkan ke dalam ratusan bahasa serta menjangkau banyak jiwa yang hilang. Berbagai pihak yang tidak beriman berusaha menyerangnya, namun mereka tidak menemukan kesalahan di dalamnya.

Sebaliknya CT yang diedit oleh Westcott dan Hort, dan yang kemudian diedit oleh Nestle dan Aland itu terdapat kesalahan yang sangat fundamental dan fatal. Misalnya dalam Injil Matius 1:7, di TR tertulis ”Abia memperanakkan Asa dan Asa memperanakkan Yosafat”. Tetapi dalam CT tertulis ”Abia memperanakkan Asaf dan Asaf memperanakkan Yosafat”. Kalau dicocokkan dengan PL jelas sekali bahwa anak Abia itu Asa bukan Asaf. Dan juga jelas sekali bahwa ayah Yosafat itu bukan Asaf melainkan Asa. Asaf itu bukan seorang raja melainkan seorang pemazmur.

Ketika fakta ini dikemukakan kepada para pendukung CT, dan mengatakan kepada mereka bahwa naskah yang mereka jadikan dasar sesungguhnya adalah naskah yang telah terkontaminasi, ternyata mereka tidak mau terima. Bukan hanya tidak mau menerima kritikan, malahan mereka menyalahkan Matius, dengan argumentasi bahwa naskah mereka tidak rusak, yang bikin kesalahan itu bukan penyalin naskah, melainkan Matius yang memang salah tulis. Mereka mengatakan bahwa ketika Matius menulis silsilah itu ia tidak mencocokkannya dengan catatan yang ada di Bait Allah. Bayangkan, mereka lebih membela penyalin naskah dan menyalahkan Matius.

Di sinilah iblis beraksi dan mengambil keuntungan dengan mengatakan bahwa Matius yang salah tulis bukan naskah mereka yang terkontaminasi, mengapa? Sebab, kalau Matius salah tulis, itu sama dengan Matius tidak diilhami Roh kudus, atau dengan kata lain bahwa para penulis Alkitab sebenarnya tidk diilhami Roh Kudus. Oleh sebab itu mereka bisa melakukan kesalahan dan salah satu contohnya adalah Matius. Masihkah kita perlu baca Alkitab kalau para penulisnya tidak diilhami. Untuk apa kita membaca nasehat orang-orang kuno yang tidak tahu tentang komputer dan pesawat ulang-alik? Tidakkah lebih baik kita membaca Novel dan cerita fiksi tulisan orang-orang modern? Lihatkah anda misi yang akan dicapai oleh Iblis dengan memunculkan Alkitab Bahasa Asli versi Critical Text model Westcott dan Hort? Ia sangat-sangat licik.

Selain kesalahan itu masih ada kesalahan-kesalahan lain. Contoh lain ialah catatan Injil Lukas 23:45 dimana TR mencatat matahari menjadi gelap (kai eskotiste ho helios) sedangkan CT mencatat gerhana matahari (tou helio ekleipontes eskiste). Perhatikan, TR mencatat matahari menjadi gelap eskotiste/skoti sedangkan CT mencatat gerhana ekleip. Apa yang dicatat CT itu adalah sesuatu yang dapat ditertawakan oleh setiap orang karena pada sekitar bulan April itu tidak mungkin ada gerhana matahari di wilayah itu, dan tidak ada gerhana matahari yang berjangka waktu tiga jam, yaitu dari jam 12.00 hingga jam 15.00.
Kita tahu bahwa Yohanes 1:18 berbunyi, ”Tidak seorangpun yang pernah melihat Allah; tetapi Anak Tunggal Allah, yang ada dipangkuan Bapa, Dialah yang menyatakan-Nya.”

Menurut Textum Receptum (TR):
John 1:18 qeo.n ouvdei.j e`w,raken pw,pote\ o` monogenh.j ui`o,j (Anak yang Tunggal=Monogenes Huios) o` w'n eivj to.n ko,lpon tou/ patro.j evkei/noj evxhgh,sato

Menurut Critical Text (CT):
John 1:18 qeo.n ouvdei.j e`w,raken pw,pote\ monogenh.j qeo.j (Allah yang Tunggal=Monogenes Theos) o` w'n eivj to.n ko,lpon tou/ patro.j evkei/noj evxhgh,sato

Kedua ayat dalam bahasa Yunani di atas persis sama kecuali kata ui`o,j (anak) dalam TR diganti dengan kata qeo.j (Allah) dalam CT. Jadi menurut Critical Text (CT) Yohanes 1:18 itu bunyinya, “Tidak seorangpun yang pernah melihat Allah; tetapi Allah yang Tunggal, yang ada dipangkuan Bapa, Dialah yang menyatakan-Nya.” Untuk hal yang sangat sepele ini, tanpa perlu belajar sampai tingkat doktor, bahkan cukup memiliki akal sehat saja sudah bisa menyadari bahwa yang benar itu bukan yang di Critical Text, melainkan yang di Textum Receptum.

Kisah Para Rasul 8:37 itu ternyata tidak ada di dalam Critical Text, melainkan ada di dalam Textum Receptum. Jadi menurut CT bunyi Kis 8:36-38 itu demikian,

8:36 Mereka melanjutkan perjalanan mereka, dan tiba di suatu tempat yang ada air. Lalu kata sida-sida itu: "Lihat, di situ ada air; apakah halangannya, jika aku dibaptis?"
8:38 Lalu orang Etiopia itu menyuruh menghentikan kereta itu, dan keduanya turun ke dalam air, baik Filipus maupun sida-sida itu, dan Filipus membaptis dia.

CT tanpa ayat 37
[Sahut Filipus: "Jika tuan percaya dengan segenap hati, boleh." Jawabnya: "Aku percaya, bahwa Yesus Kristus adalah Anak Allah."]

ada di TR Acts 8:37
ei=pen de. o` Fi,lippoj Eiv pisteu,eij evx o[lhj th.j kardi,aj( e;xestinÅ avpokriqei.j de. ei=pen Pisteu,w to.n u`io.n tou/ Qeou/ evinai to.n VIhsou/n Cristo,nÅ

Diperkirakan ayat 37 dari manuscript (Aleph) yang ditemukan di Sinai itu sengaja dihilangkan oleh para penyalin yang mempersiapkan naskah pertemuan Nicea yang akan dipimpin oleh Konstantin. Masalahnya karena gereja Katolik dibawah pimpinan Konstantin waktu itu sedang gencar-gencarnya mempromosikan baptisan bayi. Ayat 37 dari Kisah Para Rasul ini ternyata mengajarkan dengan tegas bahwa baptisan itu harus didahului pengakuan percaya, dan hal ini sangat bertentangan dengan praktek pembaptisan bayi. Demi menyenangkan Konstantin, oknum yang memerintahkan persidangan Nicea (Philip Schaff, History of the Christian Church (Grand Rapids: WM.B.Errdmans Publishing company, 1994), Vol III. p.349.), maka mereka menghilangkan Kisah 8:37. Bayangkan betapa beraninya mereka. Pasti apa yang Tuhan ucapkan atas mereka dalam Wahyu 22:19 akan menimpa mereka. Celakanya, ternyata para editor Critical Text lebih percaya bahwa ayat itu tidak ada daripada editor TR yang percaya bahwa ayat itu, yang terdapat di banyak manuscript lain adalah orisinil. Untunglah Lembaga Alkitab Indonesia (LAI) masih percaya bahwa ayat itu ada, namun sayang diberi kurung siku.
Pembaca sekalian, tentu tidak diperlukan ratusan atau puluhan kesalahan untuk menyadari bahwa teks Alkitab PB bahasa asli CT itu bukan yang dipelihara Tuhan. Sehebat apapun usaha Iblis untuk menyembunyikan kesalahannya, toh kecolongan juga. Allah membiarkan satu dua kesalahan yang nyata dan telak agar orang-orang yang mencintai kebenaran bisa menjadikannya sebagai terang yang memberi hikmat untuk mengetahui Alkitab bahasa asli yang sungguh-sungguh dipelihara dan dipimpin Tuhan proses pengeditannya. Jika seorang yang tersesat di hutan sungguh berhikmat, setitik terang saja cukup baginya untuk menemukan jalan kembali ke kota, namun bagi yang akan binasa, dicari dengan lampu sorot sekalipun ia malah memilih bersembunyi.

Para Editornya
Westcott adalah seorang Bishop gereja Anglikan, gereja yang Doktrin Gereja (ecclesiology) nya hampir sama dengan Gereja Roma Katolik. Perbedaannya hanya Gereja Roma Katolik berpusat di Roma sedangkan gereja Anglikan berpusat di London. Dan Gereja Roma Katolik dikepalai Paus sedangkan gereja Anglikan dikepalai Raja atau Ratu Inggris. Sedangkan Hort adalah seorang dosen Universitas Cambridge. Dr. D.A. Waite yang meneliti buku-buku yang ditulis mereka menyimpulkan bahwa sesungguhnya mereka bukan seorang yang telah lahir baru.
In this study, I quote from their writings extensively and show form five of their books that they are apostates, liberals, and unbelievers. (Dr. D.A. Waite, Defending the King James Bible, Collingswood: The Bible for Today Press, 1992)

Selain Westcott dan Hort, siapa lagi di balik CT yang makin hari makin dominan itu? Critical Text yang hari ini banyak dipakai di Sekolah Teologi adalah edisi ke-26 yang disebut Nestle/Aland Greek New Testament, 26th edition. Eberhard Nestle dan Kurt Aland, kedua-duanya orang Jerman yang membentuk sebuah komisi yang terdiri dari Kurt Aland sendiri, Matthew Black seorang yang imannya diragukan, Carlo M. Martini seorang Kardinal gereja Katolik, Bruce Metzger dari Princeton, universitas yang sangat liberal, dan Alan Wigren dari Chicago. Mereka inilah yang mengatakan bahwa rasul Matius salah tulis karena tidak melihat catatan di Bait Allah sehingga yang seharusnya Asa namun ditulis Asaf, demi untuk membela konsep mereka bahwa naskah kuno yang mereka pakai adalah yang terbaik, yang tidak terjamah oleh tangan-tangan jahil.

Sebaliknya orang-orang yang mengedit TR adalah orang-orang yang mengasihi Tuhan. Desiderius Erasmus, yang sering dikritik karena humanis, adalah humanis abad pertengahan yang berusaha melepaskan diri dari kungkungan universalisme gereja Roma. Ia bukan humanis masa kini yang filosofinya berpusatkan pada manusia dan mengagungkan manusia. Sedangkan Stephanus adalah orang Protestan yang sangat mengasihi Tuhan, orang yang rela mengorbankan nyawa demi membela kebenaran. Apalagi Theodore Beza, teman dekat John Calvin, adalah tokoh reformasi yang sangat terhormat dan mengasihi Tuhan. Edisi Stephanus dan Beza-lah yang secara umum diterima oleh orang-orang percaya yang baru mendapat kebangunan rohani melalui gerakan reformasi. Edisi ke-4 Stephanus tahun 1551 yang telah dilengkapi pasal dan ayat telah menjadi berkat bagi jutaan orang, terlebih setelah dijadikan dasar untuk penerjemahan ke berbagai bahasa termasuk King James Version.

Tujuan Para Editor
Baik Erasmus, Stephanus, maupun Beza, mereka berusaha mewujudkan kitab PB bahasa asli hanya agar orang-orang percaya memiliki firman Tuhan di tangan mereka yang praktis, agar mereka dapat mempelajarinya dan memberitakannya. Mereka tidak memikirkan masalah hak cipta dan lain sebagainya. Hasil karya mereka menyebabkan banyak orang melihat terang Tuhan dan orang-orang itu diselamatkan. Masyarakat Eropa berubah total setelah reformasi dan tersedianya Alkitab dalam cetakan telah memungkinkan mereka membaca dan mempelajarinya. Tingkat moral masyarakat menjadi semakin tinggi demikian juga dengan tingkat kepatuhan mereka terhadap hukum. Setiap kali orang menyebut firman Tuhan, tentu yang dimaksud adalah TR atau terjemahannya pada masing-masing bahasa.

Namun setelah Westcott dan Hort menerbitkan edisi mereka, kebingungan mulai melanda, pertama-tama di kalangan intelektual karena mereka terpaksa harus memilih teks mana yang harus mereka jadikan patokan, dan akhirnya juga melanda seluruh kekristenan. Di Indonesia hal ini tidak terasa karena kita hanya memiliki satu versi Alkitab yaitu terbitan Lembaga Alkitab Indonesia. Tetapi bagi masyarakat yang berbahasa Inggris, dengan tersedianya berbagai versi Alkitab, maka agak kerepotan juga.

Pukulan yang paling menyakitkan ialah tertawaan dari pihak luar, misalnya pihak Islam, yang mengatakan bahwa Injil asli orang Kristen sudah tidak ada, yang ada sekarang adalah yang palsu. Adanya kesalahan pada teks Westcott dan Hort biasanya mereka jadikan bukti untuk statemen mereka. Mereka dapat mengatakan, ”lihat, nama silsilah saja salah catat, tidak salah toh kalau itu adalah yang palsu?”
Kehadiran CT telah menyebabkan perdebatan yang tidak ada habis-habisnya. Iblis mencatat sukses karena ia berhasil menggoncang dasar iman orang Kristen dan meletakkan batu sandungan terhadap sebagian orang yang belum percaya. Sebagian orang yang tidak memahami masalah ini sempat tersandung karena mereka dipaksa untuk mempertanyakan aspek human error dari teks bahasa asli yang ada pada saat ini. Tentu karena mereka tidak diberi informasi bahwa usaha pengeditan yang teliti telah dilakukan oleh Erasmus, Stephanus, Beza dengan membanding-bandingkan naskah demi naskah hingga akhirnya tidak ditemukan lagi kesalahan dan orang-orang percaya yang dipenuhi Roh Kudus pun secara universal telah menerimanya.

Teks Yang Manakah Yang Adalah Otoritas Final?
Pada saat Alkitab terjemahan tidak jelas terhadap suatu masalah atau terdapat perbedaan antara satu terjemahan dengan terjemahan yang lain, kemanakah kita akan mencari otoritas final untuk menjelaskannya? Mau atau tidak mau, Alkitab bahasa asli adalah otoritas final untuk menyelesaikan masalah baik yang praktis maupun yang bersifat doktrinal.

Jika dunia kekristenan hanya memiliki satu versi Alkitab bahasa asli seperti keadaan abad 16, 17, dan 18, maka dengan gampang dan dengan kebulatan hati semua orang Kristen akan mengacu kepada Alkitab bahasa asli yang hanya satu itu. Kini setidaknya tersedia dua Alkitab bahasa asli yang didalamnya terdapat + 5604 perbedaan, maka dengan terpaksa setiap orang Kristen harus menetapkan versi manakah yang akan diakuinya sebagai Alkitab bahasa asli yang benar, atau otoritas yang final (The Final Authority).

Telah diuraikan di atas bahwa teks yang diakui, Received Text atau Textum Receptum (TR) yang diedit pertama kali oleh Erasmus dan diperlengkapi oleh Stephanus dan Beza adalah yang telah diperiksa dan ternyata tidak ditemukan kesalahan serta telah membawa berkat bagi penduduk dunia lebih dari 3 abad. Sedangkan Critical Text (CT) yang diedit oleh Westcott dan Hort serta diedit ulang oleh komite yang dipimpin oleh Nestle dan Aland ternyata terdapat kesalahan yang sangat konyol, yaitu Asa ditulis dengan Asaf. Masih ada banyak kesalahan lain lagi yang mereka akui, namun pada umumnya kesalahan itu mereka lemparkan kepada sang penulis untuk membangun asumsi bahwa penulis Alkitab tidak diilhami, atau bahwa Alkitab itu bukan buku istimewa melainkan sama seperti catatan sejarah lain.

Untuk membangun doktrin yang benar kita membutuhkan dasar yang benar. Doktrin alkitabiah adalah doktrin yang didasarkan hanya pada Alkitab saja. Lalu kalau diperhadapkan dua versi naskah PB Alkitab bahasa asli, yang manakah yang anda akan pilih? Kini banyak teolog telah kemasukan angin Liberalisme, demikian juga sekolah-sekolah teologia. Masalah Alkitab bahasa asli bisa menjadi salah satu faktor untuk mengenal aliran sebuah sekolah teologia. Rata-rata sekolah teologia aliran Liberal lebih senang memakai Critical Text (CT) karena ketika dosen di sekolah tersebut belajar ke luar negeri, ia sudah terlanjur masuk ke sekolah liberal dan yang memakai CT. Namun sekolah teologia aliran Fundamental tetap bertahan pada Received Text atau Textum Receptum yang tidak ada kesalahan dan telah mendatangkan banyak manfaat bagi umat manusia. Anda di pihak mana?

Sumber: Artikel 1-3 Seluruhnya ditulis dari Bab 8 buku DOKTRIN ALKITAB ALKITABIAH, Pdt. Suhento Liauw, DRE, D.Th, GBIA GRAPHE, cetakan 2, 2001, Jakarta, halaman 109-132

Tambahan dari Saya:
Mulai Oktober tahun 2007 sudah tercetak Alkitab terbitan Yayasan Lentera Bangsa (www.yalensa.org), yang bersumber pada naskah MT (naskah sumber berbahasa Ibrani untuk PL) dan TR (naskah sumber berbahasa Yunani untuk PB) serta The Interlinear Bible (Jay P. Green) yang diberi nama Kitab Suci Indonesian Literal Translation (KS-ILT).

Baca Perbandingan Hasil Terjemahan Alkitab LAI, NIV dengan KS-ILT dan KJV di SINI. Simpan dan pelajarilah artikel ini, mungkin suatu saat anda memerlukannya. Tuhan memberkati.

0 Silakan Berkomentar: