Yohanes 20:29
20:29 Kata Yesus kepadanya: "Karena engkau telah melihat Aku, maka engkau percaya. Berbahagialah mereka yang tidak melihat, namun percaya."
Menjadi pengertian
dan konsep yang mengakar dalam pikiran orang Timur, bahwa mengalami
Tuhan harus secara spektakuler, karena Allah adalah Allah yang
spektakuler; yang dahsyat dan luar biasa. Hal ini dipicu oleh konsep
agama-agama kafir yang selalu menghubungkan pengalaman mereka dengan
Allah mereka yang hampir selalu secara spektakuler, secara khusus
melalui ritual atau upacara agama mereka. Untuk hal-hal yang spektakuler
yang bisa atau diharapkan terjadi dalam ritual tersebut biasanya harus
ada pemimpin atau tokoh agama yang menjadi pemandunya atau mediator
antara umat dan dewa atau allah yang disembah. Hal-hal spektakuler
menjadi sebuah keharusan untuk dapat terjadi bagi sebagian mereka.
Itulah sebabnya tidak sedikit ritual mereka disertai demonstrasi untuk
menunjukkan kekuatan Allah mereka.
Konsep kafir ini rupanya “diimport”
oleh orang-orang Kristen yang tidak mengenal kebenaran dalam gereja
Tuhan. Itulah sebabnya dalam acara-acara kebaktian di beberapa gereja,
diharapkan terjadi mukjizat atau hal-hal yang dahsyat. Sehingga terjadi
proses pemaksaan diri untuk mengalami Tuhan. Di sebagian gereja,
emosilah yang dipompa sedemikian rupa, seakan-akan mereka mengalami
Tuhan. Akhirnya terjadi penipuan atau pemalsuan hadirat Tuhan. Liturgi
gereja atau misa dibuat sedemikian rupa agar jemaat sakan-akan merasakan
hadirat Tuhan dan bertemu dengan Tuhan. Sejatinya hal ini adalah
penipuan terhadap jemaat. Tetapi hal ini telah berlangsung selama
bertahun-tahun sehingga menjadi irama wajar dan standar. Tidak mungkin
dalam suatu kebaktian pemimpin puji-pujian dan pendeta serta jemaat
benar-benar bisa mengalami Tuhan kalau memang setiap harinya mereka
tidak berurusan dengan Tuhan secara normal dan natural. Normal artinya
sebagaimana mestinya, natural artinya tidak dibuat-buat atau wajar saja.
Mengalami Tuhan bukan berarti harus
mengalami kejadian-kejadian yang spektakuler. Sebagaimana bila kita
berurusan dengan seseorang secara utuh, demikian pula jika kita
berurusan secara utuh dengan Tuhan. Secara utuh artinya dalam segala
keadaan kita berurusan dengan Tuhan. Baik pada waktu keadaan ekstrim,
misalnya masalah berat, juga dalam masalah ringan. Pada waktu suka
maupun duka. Pada waktu membutuhkan mukjizat maupun tidak. Dalam hal ini
perlu ditambahkan bahwa tidak semua orang yang mengalami mukjizat takut
akan Allah. Tetapi orang yang bergaul dengan Tuhan atau mengalami Tuhan
setiap hari pasti ia membangun sikap takut akan Allah secara benar.
Alami Tuhan secara normal dan natural, dalam segala keadaan, baik suka maupun duka, itulah hidup bersama Tuhan yang benar.
0 Silakan Berkomentar:
Posting Komentar