Munculnya Gereja Mormon
Joseph Smith, Jr., pada tahun 1820-an, berkata bahwa dirinya mendapat penglihatan, dan dalam penglihatan itu seorang malaikat, namanya Maroni, memimpinnya kepada lempengan emas yang terkubur yang mengisahkan tentang orang Kristen Amerika di masa lampau sebelum Colombus menemukan benua Amerika. Kemudian pada tahun 1830 dia mempublikasikan yang disebutnya terjemahan dari lempengan emas ke dalam bahasa Inggris, yang kemudian disebut kitab Mormon. Anggota jemaatnya kemudian disebut Latter Day Saints (orang kudus akhir zaman), atau Mormon.
Tahun 1831, Smith dan pengikutnya pindah ke bagian Barat untuk membangun yang katanya communalistic American Zion. Mereka kemudian berkumpul di Kirtland, Ohio, dan membangun outpost di Independence, Missouri, dengan maksud menjadi pusat Zion. Sepanjang tahun 1830-an, Smith mengirim banyak missionari, mempublikasi wahyu-wahyu, dan mendirikan gedung yang megah. Kemudian seturut dengan bangkrutnya bank yang disponsori gereja Mormon dan pertempuran kecil dengan orang Missouri yang marah, mimpi Smith tentang Zion di Missouri dan Ohio gagal total.
Pada tahun 1840-an, Smith membangun kota baru yang disebut Nauvoo, Illinois, dimana ia menjabat walikota dan komando milisia. Tahun 1844, Smith dan dewan kota Nauvoo marah pada non-Mormon dengan menghancurkan percetakan yang menulis sebuah kritik kekuasaan Smith dan praktek poligami. Karena Smith mengajarkan untuk mengawini istri sebanyak-banyaknya. Dalam keributan itu Smith dipenjara di Carthage, Illinois, dan terbunuh ketika massa mendatangi dan menghancurkan penjara itu. Dua tahun setelah kematian Smith, konflik semakin meluas antara pengikut Mormon dengan penduduk non-Mormon. Untuk menghindari pertempuran, Brigham Young memimpin orang Mormon ke sebuah wilayah di Nebraska yang kemudian menjadi wilayah Utah. Di Negara bagian Utah inilah kemudian Mormon berkembang dan menjadi mayoritas. Pengajaran mereka sangat aneh, mereka membaptis untuk orang yang telah meninggal, dan yang terkenal adalah perintah poligami. (http://en.wikipedia.org/wiki/Mormons)
Munculnya Advent Hari Ketujuh
The Seventh-day Adventist Church (Gereja Advent Hari Ketujuh/GAHK) secara luas dikenal daripada beberapa grup yang dengan ngotot tentang hari kedatangan Kristus. GAHK muncul dari gerakan William Miller pada tahun 1840, yaitu tahun Kebangkitan Kedua di USA.
William Miller memprediksi berdasarkan Daniel 8:14–16 dengan “day-year principle” bahwa Yesus Kristus akan kembali (advent) ke bumi pada musim semi tahun 1844. Dan pada musim panas 1844, ternyata prediksinya tidak benar, kemudian mereka berkata bahwa akan datang pada 22 Oktober 1844, dengan penjelasan bahwa itu adalah Biblical Day of Atonement dari tahun itu. Ketika nubuat ini juga tidak terjadi, sebagian besar pengikutnya yang lebih waras meninggalkannya.
Namun beberapa pengikut Miller mempercayai bahwa penghitungan Miller benar hanya interpretasinya tentang Daniel 8:14 kurang tepat. Dan mereka mengatakan bahwa ayat itu tidak berkata tentang sesuatu yang di bumi melainkan tentang Bait Allah di Sorga. Jadi mereka tidak marah kepada Miller melainkan tambah setia kepadanya.
Kurang-lebih 20 tahun gerakan Adven-tist ini hanyalah sebuah grup kecil yang datang karena buletin yang diterbitkan oleh James White, yang berjudul The Advent Review and Sabbath Herald. Mereka menyerukan untuk kembali ke pelaksanaan hari Sabat, dan Bait Suci Sorgawi dan pengharapan yang tinggi pada kedatangan Kristus.
Pendukungnya yang terkenal ialah Joseph Bates, James White, and Ellen G. White. Kemudian Ellen White menjadi pusat perhatian dan peran bagi GAHK setelah ia mendapat penglihatan demi penglihatan. Ia berusaha meyakinkan pengikut Advent bahwa ia diberi karunia penglihatan dan bernubuat.
Gereja Adventist Hari Ketujuh (GAHK) akhirnya dinyatakan secara resmi dibuka di Battle Creek, Michigan, pada 21 Mei 1863, dengan anggota sekitar 3.500 orang. Pusat denominasi mereka kemudian pindah dari Battle Creek ke Takoma Park, Maryland, hingga tahun 1989. Markas General Conference kemudian berpindah lagi ke Silver Spring, Maryland.
Sebelumnya pada tahun 1848, Ellen White mendapat penglihatan dimana ia melihat Tiga Malaikat, lalu sebuah sinar yang mengalir seperti aliran air mengitari bumi. Lebih dari Miller, setelah penglihatan Ellen White visi Adventis sifatnya mendunia.
Sehingga pada tahun 1870-an perkembangan Adventis berubah drastis menjadi gerakan misi dan kebangunan rohani dan menjangkau dunia dan meningkatkan pengikutnya menjadi sekitar 16.000 orang, dengan sistem pemerintahan gereja yang terpusat.
Munculnya GSJA, Bethel, GPDI dll.
Berdirinya gereja-gereja aliran Pentakosta bisa ditelusuri hingga tahun 1884. Pada tahun tersebut seorang pelayan Gereja Baptis di Monroe County, Tennessee, Richard G. Spurling, melihat keadaan gereja yang menurutnya suam-suam saja. Kemudian ia mempelajari Alkitab, dan hatinya menjadi rindu kepada keadaan gereja yang mula-mula. Kemudian pada tanggal 19 Agustus 1886 ia menyelenggarakan sebuah pertemuan di Barney Creek Meeting House. Yang hadir pada saat itu ada delapan orang, dan mereka setuju dengan Spurling untuk mengejar “tingkat kerohanian” seperti gereja mula-mula. Namun beberapa bulan kemudian Spurling meninggal. Kemudian ia digantikan oleh putranya yaitu Richard G. Spurling Jr (Junior). Selama kurang lebih sepuluh tahun tidak ada penambahan pengikut. Kemudian ada tiga orang Kristen biasa yang pernah ikut dalam acara di Barney Creek, pindah ke Camp Creek, di Cherokee County, North Carolina, tiba-tiba mendapat bahasa lidah. Dan mereka membuat pernyataan bahwa mereka telah masuk ke kedalaman dunia roh bersama Roh Kudus.
Sementara itu seorang yang bernama Charles F. Parham, seorang yang mulai melayani Tuhan sejak umur 15 tahun, pada tahun 1891 belajar di Southwestern College in Winfield, Kansas, sebuah sekolah theologi Methodist. Tahun 1893 dia keluar dari sekolah tersebut karena merasa bahwa pendidikan justru akan menghalanginya melayani Tuhan secara efektif. Kemudian ia bekerja di Methodist Episcopal Church sebagai Gembala pembantu. Parham meninggalkan Methodist Church tahun 1895 karena ia tidak setuju pada hirarki gereja. Kemudian ia mendirikan pelayanan penginjilan yang memfokuskan khotbahnya pada “gerakan kekudusan” (holiness movement) dan diterima baik oleh orang-orang di Topeka, Kansas.
Suatu saat setelah kelahiran putranya, Claude, di bulan September 1897, baik Parham maupun Claude jatuh sakit. Kemudian mereka sembuh, dan kesembuhan itu dikatakan langsung dari Allah. Parham kemudian menolak segala bentuk penyembuhan medis dan terus mengkhotbahkan tentang penyembuhan illahi, dan gerakan untuk berdoa bagi orang-orang sakit.
Tahun 1898 Parham memindahkan markasnya ke Topeka, Kansas. Di sana ia mengoperasikan misinya. Di Topeka inilah ia pertama kali mendirikan the Bethel Healing Home dan mempublikasikan the Apostolic Faith magazine. Parham menjalankan segala pelayanannya berdasarkan iman. Charles Fox Parham menamakan Gereja-gereja yang didirikannya Holiness Church.
Pada tahun 1905, William J. Seymour, mantan budak yang bermata satu, salah satu murid Charles Parham, melayani di sebuah Gereja Holiness kecil di Houston, Texas. Neely Terry, seorang wanita Negro anggota Holiness Church yang digembalakan oleh Julia Hutchins di Los Angeles, mengunjungi keluarganya di Houston akhir tahun 1905. Sementara di Houston, dia menghadiri gereja Seymour, di situ dia mendengar tentang baptisan Roh Kudus dengan manifestasi berbahasa lidah, sekalipun William J. Seymour sendiri belum pernah mengalaminya. Neely Terry sangat terkesan pada karakter dan khotbahnya. Sekembalinya Terry di California, Terry mengusulkan agar mengundang William J. Seymour berkhotbah di gerejanya.
William J. Seymour kemudian menerima undangan pada Februari 1906 dengan sponsor dana dan persetujuan dari Parham untuk melayani di California selama sebulan. Tanggal 22 Februari 1906 William J. Seymour tiba di Los Angeles, dan dalam dua hari berkhotbah di gereja yang digembalakan oleh Julia Hutchins yang terletak di sudut jalan antara Ninth Street dan Santa Fe Avenue.
Khotbah Seymour ternyata ditolak oleh penatua gereja, dan terjadi keributan. Sebagian besar menilai khotbahnya tidak benar terutama karena Seymour sendiri tidak bisa berbahasa lidah. Tetapi ada beberapa orang yang menerima sehingga mereka berkumpul di rumah Richard dan Ruth Asberry di 214 North Bonnie Brae Street. Dan sejumlah orang dari Holiness Churches juga hadir.
Mereka berkumpul dan berdoa untuk baptisan Roh Kudus. Pada 9 April 1906, setelah lima minggu mendengarkan khotbah dan doa, Edward S. Lee mendadak berbahasa lidah. Pada pertemuan berikut Seymour menjadikan kesaksian Lee, berkhotbah tentang Kis 2:4 dan segera enam orang berbahasa lidah termasuk Jennie Moore, yang kemudian menjadi istri Seymour. Beberapa hari kemudian, 12 April, Seymour sendiri berbahasa lidah untuk pertama kali setelah berdoa semalam suntuk. Berita tentang kejadian ini secara cepat tersebar ke seluruh gereja kulit hitam, dan kemudian ke kelompok Latino dan kulit putih. Dan kemudian Julia Hutchins berbahasa lidah. Karena banyak orang hadir, dari berbagai gereja, bahkan panggung rumah roboh. Kemudian mereka membeli sebuah gedung yang terletak di 312 Azusa Street. Kebaktian dilaksanakan di Azusa Street hampir tidak pernah berhenti. Mereka bernyanyi seharian, berteriak, menangis, melompat-lompat bahkan berguling-guling. Kejadian ini kemudian menarik anggota jemaat dari berbagai denominasi, seperti Presbyterian, Methodis, Mennonite, Quakers, bahkan Baptis. Dan dari sinilah gerakan pentakosta menyebar ke seluruh dunia, 312 Azusa Street.
Bolehkah Menghakimi Dengan Alkitab?
Jika ada fenomena terjadi dalam kekristenan, atau bahkan di luar kekristenan, bolehkah kita membuat penilaian atau penghakiman? Kalau tidak boleh, lalu bagaimanakah seseorang tahu sebuah fenomena itu benar atau salah menurut Alkitab? Perlukah orang Kristen yang tulus dan polos tahu sumber dari sebuah fenomena yang terjadi? Sesungguhnya fenomena Joseph Smith, Ellen White, Parham, dan Seymour, telah banyak dibahas, dan telah banyak buku yang mengulas peristiwa yang mereka alami. Dan tentu jika dalam buletin ini kita membahasnya lagi, tidak akan kelebihan, terlebih ketika kedatangan Tuhan semakin mendekat dan penyesatan semakin merajarela.
Pertanyaan yang paling pokok dan paling fundamental, ialah apakah Alkitab kita kanon tertutup atau kanon terbuka? Artinya, apakah Kitab Wahyu itu firman Allah yang terakhir atau bukan? Atau Apakah sesudah kitab Wahyu Allah masih menurunkan wahyu lagi? Jawaban atas pertanyaan tersebut akan membawa akhir yang sangat berbeda.
Ketika proses pewahyuan sampai kitab Maleakhi, kelompok Yudaisme berseru bahwa itu adalah yang terakhir. Tetapi baik Yohanes Pembaptis, Yesus Kristus sendiri, maupun Rasul-rasul, menyatakan bahwa itu bukan yang terakhir. Kalau kitab Maleakhi adalah yang terakhir maka seluruh kitab PB bukan firman Allah. Bahwa PB bukan firman Allah inilah yang diyakini kaum Yudaisme. Sebaliknya kekristenan mempercayai bahwa kitab PB adalah lanjutan dari kitab PL, bahkan bersifat menyempurnakan konsep setengah jadi yang di dalam PL. Seluruh ibadah simbolik dalam PL tidak ada artinya jika tidak ada penjelasan kitab PB.
Bagaimana Kalau Alkitab Kanon Terbuka?
Kalau Alkitab adalah kanon terbuka, maka berarti kebenaran Alkitab bukan kebenaran final. Jika Alkitab adalah kanon terbuka maka Alkitab akan tergolong salah satu firman Allah, bukan satu-satunya firman Allah. Alkitab akan dilihat bukan sebagai otoritas final, melainkan firman Allah yang boleh didengar namun tidakperlu terlalu dipedulikan karena ia hanya salah satu firman Allah. Jika Alkitab adalah kanon terbuka maka proses pewahyuan dari Allah tidak berhenti hingga kitab Wahyu. Jika Alkitab adalah kanon terbuka maka sesudah kitab Wahyu Allah masih terus menurunkan wahyu sehingga banyak orang masih akan dapat wahyu dari Allah, yang berarti akan banyak orang jadi nabi. Kalau Alkitab kanon terbuka maka baik Muhammad, Joseph Smith, Ellen White, Richard Spurling, Charles Parham, William Seymour, mereka semua bisa benar-benar mendapatkan wahyu dari Allah. Kesimpulan bagi yang percaya Alkitab kanon terbuka adalah bahwa tidak ada doktrin yang absolut yang dapat disimpulkan dari Alkitab, karena Alkitab hanya salah satu firman Allah.
Bagaimana Kalau Alkitab Kanon Tertutup?
Orang yang percaya bahwa Alkitab adalah kanon tertutup, percaya bahwa firman Allah hanya di dalam Alkitab mulai dari kitab Kejadian hingga kitab Wahyu. Percaya bahwa Allah tidak berfirman di luar Alkitab, dan bahwa Alkitab adalah satu-satunya firman Allah. Orang yang percaya demikian juga percaya bahwa sebelumnya memang ada proses pewahyuan (revelation), bahkan sebelum Musa, misalnya pewahyuan kepada Abraham, Bileam, bahkan Allah bertatap muka dengan Abraham. Tetapi ilham (inspiration) untuk penulisan hanya kepada Musa dan para penulis Alkitab. Oleh sebab itu selain Alkitab, tidak ada kitab atau lempengan apapun yang adalah firman Allah. Alkitab adalah satu-satunya firman tertulis (written revelation) di muka bumi. Tidak ada firman Allah di luar Alkitab. Tentu bisa saja ada firman Allah di berbagai buku yang sifatnya mengutip Alkitab atau menjelaskan Alkitab.
Pemegang konsep ini percaya bahwa Roh Kudus telah bekerja melalui Nabi-nabi dan Rasul-rasul dan telah menghasilkan sebuah kitab kebenaran, firman Allah, untuk menuntun umat manusia. Alkitab adalah satu-satunya alat ukur kebenaran, bukan hanya perkara rohani bahkan segala sesuatu, karena ia adalah firman Allah Pencipta alam semesta.
Yang percaya konsep ini yakin bahwa Roh Kudus tidak memberikan pewahyuan (revelation) maupun pengilhaman (inspiration) lagi setelah pewahyuan dan pengilhaman sampai pada Wahyu 22:21. Dan selanjutnya Roh Kudus melakukan penerangan (illummination) kepada pencari kebenaran yang membaca dan mendengarkan Alkitab.
Secara otomatis pendukung konsep kanon tertutup melihat bahwa siapapun juga tidak mungkin mendapatkan wahyu lagi dari Allah yang mengilhami Alkitab. Karena proses pewahyuan dalam bentuk apapun juga, akan menciderai konsep bahwa Alkitab adalah kanon tertutup. Yang akan melakukan tindakan pewahyuan, baik itu cerita bohong, atau benar-benar ada aktivitas supranatural, itu pasti berasal dari pribadi yang tidak suka dengan kemantapan bahwa Alkitab adalah kanon tertutup, atau Alkitab adalah satu-satunya otoritas kebenaran.
Kesimpulan
Bagi orang yang meyakini Alkitab sebagai kanon terbuka, baginya kesimpulan yang ditarik dari Alkitab bukan kesimpulan final karena kemungkinan-kemungkinannya masih terbuka. Kebenaran Alkitab baginya bukan otoritas final, karena pewahyuan memang belum final. Baginya Allah masih terus dan aktif menurunkan wahyu dan orang-orang masih menerima wahyu dalam bentuk mimpi, penglihatan, mendengar suara, dan masih digerakkan untuk berbahasa lidah. Baginya Alkitab adalah salah satu firman Allah, karena masih ada firman Allah di dalam mimpi dan lain sebagainya.
Bagi orang yang meyakini Alkitab sebagai kanon tertutup, maka baginya semua kesimpulan yang ditarik dari ayat-ayat Alki-tab adalah final, karena tidak ada kemungkinan penambahan lagi. Kebenaran Alkitab baginya adalah kebenaran final. Tidak ada lagi orang yang menerima wahyu tambahan karena wahyu yang terakhir adalah kitab Wahyu yang diturunkan kepada Rasul Yohanes di pulau Patmos pada sekitar tahun 98 AD.
Graphe dengan tegas dan tulus menyatakan bahwa Graphe memegang konsep Alkitab kanon tertutup. Bagi Graphe Alkitab adalah satu-satunya firman Allah, dan di luar Alkitab tidak ada firman Allah baik lisan maupun tertulis. Bagi Graphe proses pewahyuan berhenti sampai kitab Wahyu diturunkan di pulau Patmos. Sesudah kitab Wahyu selesai, maka Allah yang mengilhamkan Alkitab tidak mungkin mengacaukan Alkitab. Dan Allah mau setiap manusia yang mencariNya, mencari kebenaranNya, memfokuskan perhatiannya pada Alkitab.
Graphe melihat bahwa Allah yang mengilhamkan Alkitab mustahil akan menurunkan wahyu lagi karena wahyu sesudah Alkitab selesai, dalam bentuk apapun pasti akan menggerogoti otoritas Alkitab. Semua manusia yang ingin mengerti kebenaran, bahkan yang ingin mendapatkan tuntunan Allah harus mendapatkannya dari dalam Alkitab. Alkitab adalah satu-satunya penuntun dari Allah untuk manusia. Tentu konsep ini bukan membatasi Allah karena tidak ada satu manusia pun yang sanggup membatasi Allah. Konsep ini disimpulkan karena memahami cara kerja Allah yang sangat rapi dan sistematis.
Graphe yakin bahwa sejak Alkitab selesai maka Allah tidak menurunkan wahyu lagi sehingga tidak ada lagi orang yang mendapat mimpi, penglihatan, mendengar suara, dan berbahasa lidah yang dari Allah. Apalagi pada masa kini ada orang yang mengklaim dibawa ke Sorga dan turun lagi, itu sesungguhnya adalah hal yang mustahil.
Bagi Graphe baik Joseph Smith, Ellen White, Richard Spurling, Charles Parham, William Seymour, Muhammad, bahkan Benny Hinn semuanya tidak mendapatkan wahyu yang dari Allah. Atau dapat kita katakan bahwa mereka tidak mendapatkan wahyu dari Allah yang mengilhamkan Alkitab. Karena Allah yang mengilhamkan Alkitab tidak mungkin mengilhamkan hal lain yang bertentangan dengan Alkitab.
Bagi Graphe sangatlah jelas, bahwa gereja, denominasi yang didirikan atas picuan wahyu liar, jelas bukan yang didirikan oleh Allah yang mengilhami Alkitab. Karena Allah yang mengilhami Alkitab tidak mungkin melakukan sesuatu yang sifatnya bisa merusak otoritas Alkitab. Mustahil jika di dalam Alkitab Tuhan Yesus menegaskan bahwa dari semula Allah menghendaki monogami, lalu bisa turun wahyu yang menganjurkan poligami.
Sebelum proses pewahyuan tiba di kitab Wahyu, memang masih ada pewahyuan, oleh sebab itu ketika Paulus menulis surat Korintus sekitar tahun 50-an ia masih menasihati pembacanya untuk mengejar karunia bernubuat. Tetapi ketika kitab Wahyu diturunkan di pulau Patmos, sekitar tahun 98 AD, maka itu adalah wahyu final.
Graphe tegas dan tulus, namun tidak pernah menyetujui kekerasan. Graphe selalu menyanjung akal sehat dan senang berargumentasi dengan akal sehat. Karena Graphe sangat yakin bahwa kebenaran itu hanya bisa diperoleh melalui berargumentasi dari akal sehat.
Bahkan Graphe melihat bahwa pihak yang memakai kekerasan atau kekuasaan pemerintah duniawi adalah pihak yang tidak memiliki argumentasi yang kuat. Melalui argumentasilah manusia akan mendapatkan kebenaran. Kekerasan dan kekuasaan duniawi tidak menghantar manusia kepada kebenaran, melainkan kepada kesombongan dan dosa. Camkanlah!***
Sumber: Dr. Suhento Liauw, Th.D dalam Jurnal Teologi PEDANG ROH 74