Pendeta kharismatik seharusnya sangat malu dengan pengajaran Yakobus, karena prosedur yang diletakkannya (sebagai dasar) untuk doa kesembuhan sebenarnya menghapuskan dan menggugurkan metode kesembuhan yang diciptakan orang-orang tersebut. Masalah ini sangat signifikan, jika kita mengerti bahwa Yakobus 5 adalah satu-satunya perikop Perjanjian Baru yang jelas diperuntukan sebagai petunjuk mengikat tentang kesembuhan bagi orang-orang Kristen 'biasa'. Semua rujukan kesembuhan yang lain jelas hanya mencatat tanda-tanda mujizat peneguhan Tuhan Yesus Kristus, para bentaraNya (dua belas dan tujuh puluh murid) dan kelompok rasul. Dalam rujukan tersebut tidak ada satupun amanat atau perintah bagi orang Kristen untuk menyembuhkan dengan cara-cara seperti itu.
Yakobus 5 ditulis sekitar tahun 45-50 AD., dan merupakan satu-satunya petunjuk bagi orang Kristen abad pertama yang tidak memiliki karunia-karunia yang jarang itu, yang dikatakan Paulus sebagai – bukti seorang rasul.
Kita dapat memastikan bahwa ketentuan yang diletakkan oleh Yakobus itu diikuti dengan sungguh-sungguh oleh jemaat-jemaat masa Perjanjian Baru, kecuali jika salah seorang anggota kelompok rasul kebetulan berada di tempat untuk memberikan tanda-mujizat kesembuhan. Pada masa kini, ketentuan tersebut harus tetap kita jadikan pegangan dalam menghadapi jemaat yang sakit di jemaat kita.
Karena kekacauan yang diciptakan oleh para penyembuh masa kini, kita harus sungguh-sungguh mewaspadai bahwa betapa kesembuhan kharismatik yang sangat populer itu telah menghapuskan praktek Yakobus 5 di dalam gereja.
Pertama, gagasan pelayanan keliling untuk kesembuhan sama sekali tidak ada, karena Yakobus mewajibkan orang-orang percaya yang menderita sakit untuk dilayani oleh para penatua dari gereja mereka sendiri. Perintah itu sangat jelas – baiklah ia memanggil para penatua jemaat. Yakobus tidak mengatakan kita harus memilih suatu cara alternatif untuk mencari pertolongan, seperti misalnya menunggu kehadiran seorang penyembuh terkenal yang akan berkunjung ke kota kita.
Gagasan bahwa Allah menempatkan penyembuh-penyembuh 'berkarunia' di dalam gereja-gereja lokal juga tidak disinggung Yakobus; ia sedikitpun tidak menyinggung tentang membawa orang sakit kepada seseorang yang memiliki karunia. Kita hanya perlu memanggil para penatua (yang artinya sama dengan gembala – penerjemah), yang wajib mendoakan, bukan melakukan penyembuhan berdasarkan perbuatan seseorang yang mempunyai karunia pribadi. Memang Yakobus kemudian mengatakan bahwa jika orang sakit tersebut dibangunkan, maka itu adalah karena kuasa Tuhan yang bekerja menjawab doa itu, sama sekali bukan karena suatu kuasa yang disalurkan melalui para penatua.
Perikop Yakobus 5 juga tidak menyebut tentang mengadakan kebaktian atau pertemuan khusus untuk kesembuhan umum. Perikop itu hanya menyinggung pertemuan1 di tempat pembaringan yang diadakan atas permintaan seseorang yang sakit. Kesembuhan-kesembuhan yang khusus ditampilkan dalam undangan kebaktian umum oleh para penyembuh khusus tidak sesuai dengan pola sederhana yang ditempatkan oleh Roh Kudus melalui perkataan Yakobus itu.
Yakobus juga sama sekali tidak menyinggung tentang praktek kuasa gaib dan tentang menerima 'kata-kata pengetahuan' yang dipopulerkan oleh penyembuh-iman tidak alkitabiah, Kathryn Kuhlman dan yang kini dipakai oleh kaum kharismatik dimana-mana! Yakobus sedikitpun tidak menyebut soal bagaimana para penatua yang berkumpul itu menerima suatu 'gambar TV' yang muncul di dalam pikiran mereka mengenai organ-organ yang sakit, sehingga praktek-praktek demikian gugur karena tidak ada rujukannya di dalam Alkitab. Sia-sialah kita membaca kitab Yakobus, jika kita ingin mencari perangkap-perangkap kesembuhan kharismatik yang tidak lazim itu. Prosedur Yakobus 5 yang tidak direkayasa itu sungguh sangat bertentangan dengan semua lelucon penyembuh-penyembuh modern, sehingga merupakan kecaman bagi mereka yang menyesatkan dan tidak alkitabiah.
Haruskah para penatua yang ada di sisi pembaringan memerintahkan penyakit itu pergi? Tentu saja tidak, karena di dalam Yakobus 5 tidak dikatakan bahwa mereka memiliki suatu kuasa eksekutif terhadap penyakit apapun, ataupun diperintahkan untuk mengucapkan perintah yang muluk-muluk di dalam nama Yesus. John Wimber menceritakan ketika ia diminta untuk membesuk seorang bayi yang sakit keras di rumah sakit, ia menunjuk 'roh' maut itu dengan mengatakan, 'Maut, pergi dari sini!' Saat itu juga, katanya, suasana berubah. Namun Yakobus tidak pernah mendengar perbuatan ajaib tersebut bisa dilakukan manusia, sehingga ia tidak bisa memberikan peran spektakuler demikian kepada para penatua jemaat. Yakobus 5 menolak segala kuasa dan pengetahuan tak masuk akal dari para superstar kesembuhan masa kini, ia menurunkan semua dengan menyatakan 'cukup' dengan doa. Karena itu, Wimberisme, dengan segala arogansi dan kepongahan mereka, mendapat teguran telak dari Yakobus 5.2
Bagaimana dengan 'berimajinasi' – yaitu teknik membangkitkan kenangan yang menyakitkan sehingga Yesus dikhayalkan dapat masuk ke dalam kejadian yang dikenang untuk menyembuhkan luka tersebut? Adakah hal ini disinggung di dalam Yakobus 5? Tentu saja tidak, karena tak satupun di antara penulis Perjanjian Baru yang diinspirasikan itu pernah mendengar tentang metode kesembuhan dengan pikiran (mind-healing) tersebut. Semua itu hanya temuan modern yang menggabungkan psychotherapy kuno dengan pengajaran kekuatan pikiran Timur.
Bagaimana dengan penumpangan tangan? Canon Glennon mengatakan – 'Saya mendapatkan bahwa saya dapat menumpangkan tangan dan mendoakan mereka untuk disembuhkan, dan mereka disembuhkan, jika bukan langsung saat itu, maka secara berangsur-angsur.' Selwyn Hughes menegaskan: 'Penumpangan tangan merupakan salah satu sistem pengutusan (penahbisan) Allah yang menyalurkan kuasa kesembuhanNya kepada laki-laki dan wanita'. Jelas para rasul melakukan penumpangan tangan sesuai perintah khusus Kristus kepada mereka, namun mereka memang sungguh-sungguh membawa kesembuhan. Mereka adalah pribadi pemilik karunia kesembuhan sejati, suatu karunia yang dirancang untuk meneguhkan mereka sebagai alat pewahyuan. Namun ketika Yakobus meletakkan prosedur yang harus diikuti oleh para penatua jemaat biasa, ia tidak mengatakan apa-apa tentang penumpangan tangan atas orang sakit, karena kewajiban para penatua adalah berdoa mohon kesembuhan dan bukan untuk menyembuhkannya. Jika kita sama sekali tidak bisa menyembuhkan orang, maka kita tidak ada hak menumpangkan tangan ke atas mereka.
Dengan sendirinya, Yakobus 5 meniadakan kegiatan-kegiatan tersebut, seperti pencurahan atau memanggil turun Roh Kudus, namun justru ini merupakan kejadian sehari-hari dalam pelayanan kesembuhan masa kini. Dimana ayat atau contoh di dalam Perjanjian Baru yang menyatakan bahwa hal ini merupakan pekerjaan para penatua? Jawabannya adalah bahwa tidak ada ayat yang demikian. Demikian juga Yakobus 5 tidak memberikan dasar untuk pernyataan bahwa kuasa kesembuhan Roh akan datang kepada sebagian orang yang sedang mengalami keadaan di bawah sadar hipnotis, sementara yang lainnya akan mengalami perasaan panas, luapan kegembiraan, gelitikan, berbahasa lidah dan sebagainya. Semua hal ini sangat didambakan di dalam kesembuhan kharismatik masa kini, tetapi Yakobus maupun para penulis Perjanjian Baru yang lain juga tidak mengenalnya.
Sungguh luar biasa betapa masalah tersebut bisa dianggap pasti oleh kelompok-kelompok kharismatik tertentu, padahal di dalam Alkitab sama sekali tidak ada tanda mengenai hal itu! Fenomena tersebut adalah sepenuhnya 'extra biblical' atau dengan istilah yang lebih jelas, tidak alkitabiah. Yakobus, di dalam prosedur doa untuk kesembuhan yang diberikan Allah, secara efektif menghapuskan dan mengutuk pendominasian dan pemanipulasian Roh beserta keinginan untuk mengalami sensasi-sensasi jasmaniah yang aneh ini. Metode Yakobus nyata sekali berbeda di dalam kesederhanaan, ketulusan dan kerendahan hati untuk bergantung kepada Allah. Prosedur yang diletakkan oleh Yakobus tidak lebih dan tidak kurang daripada sebuah pelayanan yang penuh perhatian dan doa yang sungguh-sungguh.
Jika kita memperhatikan kesenjangan yang besar antara pengajaran Yakobus dengan kegiatan para penyembuh modern (kharismatik) maka tidak heran karena para pendeta kharismatik tidak mempunyai waktu untuk memperhatikan kitab Yakobus. John Wimber seorang pendeta kharismatik tidak mendapat alasan untuk memberikan tempat bagi Yakobus 5, bahkan untuk bab yang pendek sekalipun di dalam buku tentang kesembuhannya yang tebalnya 300 halaman. Memang ia tidak bisa menulis satu halaman pun mengenai Yakobus 5, jadi mengapa ia harus melakukannya? Yakobus tidak menyebut satu katapun yang bisa mendukung segala proses yang dikemukakan Wimber. Canon Glennon tidak berhasil memberikan eksposisi yang kredibel kepada perikop Yakobus, dengan hanya kurang dari dua halaman ia mengatakan bahwa 'doa iman' merupakan semacam doa yang mendapat jaminan kesembuhan dari Allah. Colin Urquhart sama dangkalnya dalam memperlakukan Yakobus 5; juga dengan hanya dua halaman, ia mengatakan bahwa minyak melambangkan Roh Kudus dan mendorong iman yang secara sempurna menjamin kesembuhan. Ia tidak berusaha untuk mengaitkan perkataan Yakobus, sehingga mengesampingkan prinsip Firman Allah bahwa segala doa adalah terserah kepada kehendak Allah.
Belum lagi mengenai Agnes Sanford dan orang-orang yang menirunya, ia benar-benar sama sekali tidak menyinggung Yakobus 5, demikian juga para penyembuh kharismatik Katolik seperti Romo Francis MacNutt. Kita bisa menyebutkan nama yang tak terhitung, karena fakta menunjukkan bahwa perikop Yakobus tersebut hanya akan dikutip di luar konteks yang sebenarnya oleh kelompok penulis ini. Surat Yakobus tidak pernah disimak dengan serius. Para penyembuh kharismatik tidak ragu-ragu meniru metode dari kubu-kubu yang tidak injili, bahkan dari sumber-sumber okultisme, mereka tidak bisa dan tidak akan menghargai Yakobus 5 yang merupakan satu-satunya model yang diberikan Allah kepada penerus jemaat-jemaat Kristus. Setiap orang yang tulus meyakini keabsolutan otoritas Firman Allah harus prihatin mendalam dan menguatirkan penyimpangan yang belum pernah terjadi terhadap ketentuan Firman yang jelas tersebut oleh demikian banyak orang yang menyatakan diri sebagai evangelikal (injili).
Sebelum kami menyajikan aplikasi (penerapan) positif Yakobus 5, masih ada satu lagi segi pemikiran kharismatik yang ditolak dalam perikop ini – gagasan yang diulang-ulang bahwa ada perbedaan antara penderitaan tubuh (affliction) dengan penyakit (sicknesses). Kebanyakan penulis kesembuhan menyatakan bahwa orang Kristen memang harus mengalami penderitaan
tubuh (mis: dipukul, kecewa dan penganiayaan dari lingkungannya), namun bukan penyakit. Dengan membuat perbedaan ini, mereka kemudian berusaha meyakinkan kita bahwa semua pernyataan Paulus mengenai memikul pelbagai
kesulitan, kekurangan dan kelemahan harus dirujuk kepada penderitaan eksternal dan sama sekali bukan penyakit pribadi.
Namun Yakobus menggagalkan setiap usaha yang membedakan penderitaan eksternal dan penyakit internal dengan menyatukan kedua hal itu dan berkata bahwa tanggapan orang percaya terhadap hal-hal tersebut adalah serupa. Tanggapan atas setiap masalah tersebut adalah berdoa mohon pertolongan, namun dalam melakukannya harus dengan kesiapan untuk menerima bahwa Allah bisa meminta kita mengalami pencobaan dengan kesabaran. Berikut ini adalah cara Yakobus menghapus bersih teori kharismatik modern itu. Setelah memberikan dua nasehat yang kuat untuk bersabar, ia mengatakan: Saudara-saudara, turutilah teladan penderitaan dan kesabaran para nabi yang telah berbicara demi nama Tuhan (Yak. 5: 10). Banyak nabi yang menderita penganiayaan hebat – yaitu suatu penderitaan eksternal. Kemudian Yakobus langsung mengaitkan bentuk penderitaan ini dengan penderitaan penyakit, sehingga ia memberitahu kepada para pembacanya untuk siap menghadapi kedua bentuk pencobaan tersebut. Ia mengatakan – Sesungguhnya kami menyebut mereka berbahagia, yaitu mereka yang telah bertekun; kamu telah mendengar tentang ketekunan Ayub dan kamu telah tahu apa yang pada akhirnya disediakan Tuhan baginya, karena Tuhan maha penyayang dan penuh belas kasihan (Yak. 5: 11).
Tentu saja benar, bahwa Ayub menderita pencobaan-pencobaan yang lain disamping penyakit. Ia kehilangan keluarga, keberadaan, pengaruh dan reputasinya, demikian juga penghakiman dari sahabat-sahabatnya. Namun demikian, puncak penderitaannya sungguh amat berat, penyakit tubuh yang merana, yang membuat dirinya tersiksa kesakitan siang dan malam, dan membuat dirinya hina dan menyedihkan di dalam penilaian sahabat-sahabat, tetangga dan bekas-bekas pegawainya. Karena itu di dalam Yakobus, kita mendapatkan bahwa penyakit seperti juga halnya dengan penderitaan akan mendatangi umat Allah dan bahwa tanggapan kita harus sama di dalam menghadapi dua masalah tersebut. Kita harus berdoa, tetapi kita juga harus memikul pencobaan dengan sabar dan percaya.
Dari contoh Ayub, dengan jelas kita mendapat pelajaran bahwa penyakit bisa berlangsung lama. Yakobus segera akan membahas mengenai kemungkinan berkat kesembuhan sebagai jawaban terhadap doa, namun sebelumnya ia memperingatkan kita bahwa penyakit bisa berlangsung lama jika Allah mempunyai alasan di dalam penyakit itu. Ia berbicara tentang tujuan Allah. Tujuan Allah diambil dari bahasa Yunani telos, yang berarti akibat, hasil atau tujuan atau alasan. Yakobus menunjukkan dengan jelas bahwa melalui penyakit, Allah mempunyai tujuan yang akan dicapai, dan jika memang demikian maka kita harus memikulnya dengan sabar. Namun sebaliknya para penulis kesembuhan kharismatik sama sekali mengabaikan perkataan tersebut. Dalam pikiran mereka, Yakobus tidak pernah menuliskan hal itu!
Walaupun Yakobus dengan teliti mempersiapkan kita untuk menghadapi kemungkinan bahwa Allah tidak selalu menghilangkan penyakit, para penyembuh masa kini terang-terangan menjanjikan kesembuhan, mereka menafsirkan seakan-akan setiap orang percaya yang sakit diberi jaminan kesembuhan. Mereka menulis seolah-olah penyakit selalu merupakan suatu gangguan iblis yang tidak mungkin dipakai oleh Allah untuk tujuan yang lebih tinggi. Tetapi Yakobus tak dapat disangkal mengajarkan kebalikannya. Apa yang menjadi alasan atau tujuan Allah dengan membiarkan kita sakit, jika hanya untuk sementara? Cakupan alasan tersebut sangat banyak dinyatakan di dalam pelbagai perikop Alkitab. Tetapi untuk saat ini kita hanya memperhatikan alasan-alasan yang meliputi pengudusan diri kita, melatih kita untuk pelayanan yang akan datang, menanamkan kebaikan tambahan tertentu kepada kita, memisahkan kita dari duniawi, memperdalam hubungan kita dengan Tuhan, dan memampukan kita memberikan kesaksian yang berkuasa di dalam kesengsaraan. Hal yang utama adalah bahwa selalu ada tujuan atau alasan atau maksud yang ingin dicapai.
Tidak ada pencobaan, penderitaan atau penyakit yang akan dianggap sebagai suatu kebetulan atau gangguan yang sama sekali tak ada maksudnya. Adalah tindakan yang benar untuk segera mencari pertolongan medis dan berdoa mohon kesembuhan. Adalah salah jika kehilangan kesabaran dan mencampakkan janji – Allah turut bekerja dalam segala sesuatu untuk mendatangkan kebaikan bagi mereka yang mengasihi Dia. Sebagai kesimpulan, kita diajar di dalam Yakobus 5 bahwa untuk menghadapi
kedua jenis penderitaan tersebut – kesulitan eksternal dan penyakit jasmaniah – sikap berikut ini harus dipegang oleh orang-orang percaya:
Kita harus siap menghadapi kedua hal tersebut.
Kita harus berdoa mohon pertolongan dan agar dijauhkan dari kedua hal tersebut.
Kita harus bersiap untuk berlatih kesabaran, karena Allah akan menguatkan kita untuk menghadapi masalah itu, bukan menghilangkannya.
Kita harus percaya bahwa sebuah masalah yang tidak hilang-hilang mempunyai tujuan untuk kebaikan kekal kita, dan dapat menjadi sebuah kesaksian bagi yang lain.
Prosedur Kesembuhan
Kalau ada seorang di antara kamu yang sakit, baiklah ia memanggil para penatua jemaat, supaya mereka mendoakan... dan saling mendoakan, supaya kamu sembuh (Yak. 5: 14-16).
Prosedur yang ditentukan dalam Yakobus 5 untuk melayani orang sakit sangat tepat, dan kita harus memberikan perhatian yang sungguh-sungguh kepada perkataan yang digunakan Yakobus. Sebenarnya siapakah yang 'memenuhi syarat' untuk mendapat pelayanan para penatua di tempat tinggalnya? Pertama, kita diperintahkan untuk membuat perbedaan berkenaan dengan beratnya suatu penyakit, karena ketika Yakobus mengatakan – Kalau ada seorang di antara kamu yang sakit – ia memilih kata (Yunani: astheneo) yang berarti bahwa si penderita tidak berdaya dan lemah. Kata ini biasanya lebih tepat dikenakan kepada penderita yang terbaring di tempat tidur atau tidak berdaya. Dalam Yohanes 5, misalnya, kita membaca tentang serambi-serambi Bethesda dimana berbaring sejumlah besar orang-orang sakit: orang-orang buta, orang-orang timpang dan orang-orang lumpuh... (Astheneo disini diterjemahkan orang-orang sakit).
Di dalam istilah ini, terkandung makna kelemahan yang sangat berat, dan kita perhatikan fakta bahwa orang yang sakit itu tidak bisa bangun untuk pergi ke pertemuan-pertemuan dan harus meminta para penatua untuk datang. Yakobus juga meminta para penatua untuk mendoakan orang sakit, yang artinya bahwa mereka berdiri mengelilingi orang yang tak berdaya itu. Bukti terakhir bahwa orang sakit tersebut terbaring di tempat tidur dapat dilihat di dalam frase – dan Tuhan akan membangunkan dia. Ia akan dibangunkan dari tempat tidur dimana ia terbaring sakit. Tentu saja kita dapat memperluas makna 'terbaring di tempat tidur' itu termasuk orang-orang yang tidak bisa keluar rumah karena penyakit mereka.
Kita bahkan mengetahui lebih banyak tentang si penderita di dalam Yakobus 5 daripada sekedar fakta bahwa ia terbaring di tempat tidur. Kita tahu bahwa ia telah menderita sakit yang serius selama waktu tertentu – cukup lama untuk membuatnya sangat putus asa. Ini sama sekali bukan sakit punggung yang sementara atau penyakit flu. Kita mengetahui hal ini, karena Yakobus menggunakan kata yang lain untuk menggambarkan penyakit orang ini ketika ia mengatakan – Dan doa yang lahir dari iman akan menyelamatkan ORANG SAKIT itu. Kata orang
sakit (kamno) disini merujuk kepada kelemahan atau kelelahan, termasuk kelemahan pikiran. (Dalam Ibrani 12: 3, kata yang sama muncul – supaya jangan kamu menjadi LEMAH dan putus asa. Dalam Wahyu 2: 3 kata yang sama juga muncul di dalam frase – tidak mengenal LELAH.)
Oleh karena itu, gambaran di hadapan kita adalah seorang yang demikian parah sakitnya, sehingga ia menjadi sangat sedih dan lemah karena lamanya dan kondisinya yang jelas tidak ada harapan lagi. Ini adalah kasus sakit yang tidak bisa keluar dari tempat tinggal yang menjadi sebuah beban berat dan keputusasaan, bukan seperti sebuah penderitaan 'biasa' yang mempunyai masa yang dapat diduga dan umumnya mudah diobati. Dalam kasus yang disebut terakhir ini, tidak ada penyebab berat yang bisa mengakibatkan kesedihan yang mendalam dan lemah. Jika penyakit 'biasa' yang menyerang, maka tidak diperlukan pelayanan khusus di tempat pembaringan yang diperuntukkan kepada orang yang mengalami kelemahan dan kelesuan berat itu, karena penyakit tersebut demikian seriusnya, atau karena tidak ada tanda-tanda akan sembuh dengan pengobatan.
Pelayanan doa di tempat pembaringan bukan dirancang untuk penyakit yang dikarenakan 'kekurangan' (organ atau anggota tubuh – penerjemah), atau orang sakit yang masih mampu berjalan/
'walking wounded' (yang bisa termasuk pasien kanker yang sudah parah). Jika orang percaya bisa datang ke kebaktian dan pertemuan doa, maka mereka tidak bisa dikategorikan sebagai orang tidak bisa keluar rumah (housebound), sehingga dengan demikian pelayanan khusus para penatua tidak tepat betapapun seriusnya penyakit mereka. Apakah tidak ada pelayanan doa bagi penyakit yang lebih enteng dan bagi orang sakit yang masih mampu berjalan ('walking wounded')? Jelas sekali ada, namun untuk kasus-kasus ini, prosedur yang lebih sederhana dan menempati urutan kedua diberikan di dalam Yakobus 5.
Begitu Yakobus selesai menguraikan prosedur untuk orang sakit yang terbaring, ia menghadapi segala kasus penyakit lainnya dengan perintah – hendaklah kamu... saling mendoakan, supaya kamu kamu sembuh (Yak. 5: 16). Instruksi ini jelas mencakup doa pribadi sama seperti juga dengan permohonan yang sungguh-sungguh di dalam kebaktian doa jemaat, namun bukan pertemuan khusus di tempat pembaringan.
Jika kita merasa bahwa orang sakit yang masih mampu berjalan ('walking wounded') tidak bisa memperoleh berkat dari pelayanan tersebut, maka kita harus berhenti dan bertanya kepada diri kita, mengapa kita berpikir demikian. Apakah kita ingin menyatakan bahwa ada kekuatan ekstra atau ada kuasa kesembuhan yang disalurkan melalui para penatua yang melayani di tempat pembaringan yang tidak bisa diperoleh dengan doa biasa? Jika kita berpikir bahwa ada suatu berkat misterius tertentu di dalam pelayanan kepada orang sakit yang terbaring di tempat tidur, maka kita telah jatuh ke dalam perangkap pemikiran seperti orang Katolik, atau seperti pengikut kultus tahyul yang percaya bahwa ada kuasa khusus atau 'kekuatan gaib' di dalam suatu ritual tertentu. Pelayanan kepada orang sakit yang terbaring di tempat pembaringan secara eksklusif diperuntukkan bagi orang-orang percaya yang tidak mampu keluar rumah, yang sudah putus asa terhadap beban penyakit yang kelihatannya sangat bandel itu. Karena mereka tidak mampu pergi ke kebaktian, maka para penatua jemaat akan datang ke pembaringan mereka untuk memberikan penghiburan dan jaminan perhatian serta doa.
Kembali kepada prosedur untuk orang sakit yang terbaring tak berdaya, para penatua yang harus datang bersama-sama, menunjukkan bahwa apa yang dibutuhkan bukanlah seorang penyembuh berkarunia, namun sekelompok orang yang bersatu di dalam doa. Aktivitas utama dari para penatua adalah berdoa, walaupun tanpa dinyatakan, mereka juga pasti akan memberikan penghiburan dan nasehat rohani, karena hal tersebut merupakan tugas khusus rutin para penatua. Roh Kudus jelas tidak mengatakan bahwa para
penatua harus dipanggil, jika bukan karena ada peran khusus kepenatuaan yang harus dilaksanakan! Dalam hubungan ini, Yakobus menunjukkan bahwa kadang-kadang penyakit dapat dipakai oleh Allah untuk mengingatkan orang-orang Kristen durhaka, dengan mengatakan – jika ia telah berbuat dosa, maka dosanya itu akan diampuni (Yak. 5: 15).
Namun ada hal lain lagi yang harus dilakukan oleh para penatua, dan perbuatan inilah yang sangat disalahpahami oleh kaum kharismatik. Para penatua akan mengoleskan orang sakit itu dengan minyak di dalam nama Tuhan. Pertanyaannya adalah: Apa sebenarnya tujuan atau kepentingan pengolesan minyak ini? Jawabannya terletak pada kata yang dipilih Yakobus untuk menggambarkannya. Pertama, kita harus memahami bahwa kata asli Yunani yang digunakan Yakobus bukan mengurapi, tetapi 'mengolesi dengan minyak'. Pengurapan (anointing) merupakan sebuah kata kuno yang mengandung kesan bahwa sebuah ritual religius sedang dilaksanakan. Ada dua pilihan kata Yunani yang digunakan Perjanjian Baru untuk menggambarkan proses penggunaan minyak kepada seseorang. Yang pertama biasanya dipakai untuk menggambarkan penggunaan minyak secara fisik murni, sekuler atau untuk tujuan medis/kesehatan (Bahasa Yunaninya: aleipho), sementara yang kedua digunakan untuk menggambarkan penggunaaan minyak yang mempunyai makna spiritual (rohani) dan suci (Bahasa Yunaninya: chrio).
Kata yang dipilih Yakobus adalah jenis pertama, yang menunjuk kepada pengolesan minyak yang dilakukan para penatua untuk tujuan fisik, bukan yang untuk tujuan religius. Karena itu Lenski menerjemahkan perikop tersebut, 'mengolesnya dengan minyak dalam nama Tuhan', dan kemudian menambahkan bahwa kata tersebut – 'merujuk kepada penggunaan minyak biasa. Kita tidak mengurapi mesin, namun meminyakinya. Minyak, atau salep yang mengandung pelbagai wewangian atau obat-obatan, dipakai secara luas pada masa itu untuk menyegarkan, memberikan secerca sinar di dalam keruwetan, memberikan wewangian, dan mengentengkan penyakit, meringankan perasaan sakit dan mengobati
penyakit-penyakit tertentu. Secara dogmatis, satu atau dua penulis kharismatik menyatakan bahwa minyak sama sekali tidak mempunyai makna medis pada masa Alkitab, tetapi sesungguhnya mereka telah menunjukkan sikap yang mengabaikan Alkitab! Penggunaan minyak dan salep yang sangat umum untuk tujuan pengobatan (medis) dapat dilihat di dalam beberapa perikop Alkitab.
Di dalam Yesaya 1: 6, nabi Yesaya menggambarkan bangsa tersebut seperti seorang yang dipenuhi luka baru, bengkak dan bilur-bilur dari atas kepala sampai telapak kaki, namun hal tersebut mengherankan Yesaya, karena sakit tersebut tidak dibalut atau ditaruh minyak. Minyak dan salep biasanya menggunakan kata yang sama di dalam bahasa Ibrani Perjanjian Lama; baik dalam bentuk salep maupun minyak cair, minyak tersebut dibuat dari zaitun (olive) atau minyak balsam. Ilustrasi yang digunakan Yesaya menunjukkan betapa umumnya penggunaan minyak untuk pengobatan.
Yeremia juga menunjukkan betapa umumnya minyak sebagai obat, ketika bertanya, Tidak adakah balsam di Gilead? Tidak adakah tabib di sana? (Yer. 8: 22). Gilead terkenal karena minyak balsamnya, dan yang dimaksud Yeremia adalah bahwa bangsa Israel mempunyai akses yang cukup kepada Tabib Illahi seperti halnya dengan salep obat-obatan, tetapi mereka tidak menemukan obat untuk luka-luka dosa mereka. Dalam perumpamaan orang Samaria yang baik, Tuhan Yesus menceritakan orang Samaria itu membalut luka-luka orang yang dirampok dan dipukul itu – menyiraminya dengan minyak dan anggur.
Agar dapat memahami perikop Yakobus 5, kita harus ingat bahwa minyak merupakan sebuah pengobatan standar, dan juga bahwa Yakobus menggunakan kata kerja sekuler atau fisikal untuk 'mengolesi minyak'. Pandangan yang benar atas perikop tersebut adalah bahwa penggunaan minyak yang dilakukan oleh para penatua itu merupakan sebuah pemberian pengobatan penghiburan yang sederhana.3
Jangan berpikir bahwa Yakobus menganjurkan penggunaan minyak sebagai sesuatu yang menyembuhkan, tetapi yang jelas ia menggambarkan hal itu sebagai sebuah cara untuk memberikan penghiburan dan untuk meringankan orang sakit yang terbaring dan seterusnya. Kita sama sekali tidak perlu terkejut bahwa Yakobus memerintahkan para penatua untuk menempatkan pertolongan fisikal yang biasa ini bersama-sama dengan doa. Pelajaran utama dari penggunaan minyak itu adalah tidak perlu memikirkan apakah hal tersebut menyenangkan atau sama sekali tidak ada gunanya. Di tempat lain Yakobus berkata 'jika seorang saudara/i tidak mempunyai pakaian dan kekurangan makanan sehari-hari, dan seorang dari antara kamu berkata: "Selamat jalan, kenakanlah kain panas dan makanlah sampai kenyang!" , tetapi ia tidak memberikan kepadanya apa yang perlu bagi tubuhnya, maka iman orang percaya itu pada hakekatnya adalah tidak ada gunanya dan mati (Yak. 2: 14-17). Demikian juga halnya, bagaimana para penatua bisa mendatangi orang sakit yang terbaring dan berdoa memohon berkat kesembuhan Allah tanpa berusaha untuk memenuhi kebutuhan yang nyata dari si penderita.
Kita ingat bahwa pada masa itu tidak ada jaminan kesejahteraan dan banyak orang Kristen yang hidup sangat miskin. Mudah sekali membayangkan orang yang mengalami hal demikian – barangkali orang yang menantikan roti – yang tidak mampu berobat kepada tabib dan terbaring sakit di pembaringan. Kita yakin bahwa ketika para penatua memberikan perhatian perawatan dasar ini, mereka pasti melakukannya dengan cara yang sesuai dan etis, barangkali dengan mengajak sanak-saudara yang pantas, atau membawa seseorang seperti Febe, saudari kita yang melayani jemaat (Rom. 16: 1).
Ketentuan penghiburan dengan minyak itu juga diperuntukkan sebagai koreksi terhadap pemikiran yang salah mengenai kesembuhan illahi. Jika orang yang sakit itu tergoda kepada pemikiran bahwa perawatan 'biasa' bertentangan dengan kesembuhan illahi, maka tindakan para penatua tersebut akan mengoreksi kesalahan itu. Si penderita akan ditunjukkan bahwa perawatan yang tepat diperlukan untuk menghadapi penyakit, sekalipun bagi mereka yang percaya di dalam Tuhan yang pada dasarnya mengharapkan berkat kesembuhan.
Pada masa kini, kita mempunyai persamaan dinamis (dynamic equivalent) untuk pelayanan minyak, yang merupakan kewajiban para penatua untuk memastikan bahwa orang-orang percaya yang sakit menerima perhatian dan perawatan yang tepat. Kadang-kadang ada yang keliru di dalam kepenatuaan, dimana entah bagaimana orang sakit bisa tidak mendapat perawatan medis yang sesuai. Para penatua juga harus mewaspadai bidang-bidang kebutuhan lainnya, dan hal ini kadang-kadang sangat menyolok. Bagaimana dengan masalah keuangan, perhatian terhadap anak-anak dan kekuatiran yang menekan lainnya? Minyak di dalam Yakobus 5 tidak diragukan lagi adalah 'substansi' dan contoh sebuah pelayanan perhatian, dan bukan suatu peneguhan ritual religius.
Orang yang merasa bahwa Yakobus berbicara tentang sebuah pengurapan yang melambangkan kehadiran Allah atau menerima Roh harus memperhatikan fakta bahwa hanya ada ordinansi simbolis di dalam Perjanjian Baru – yaitu baptisan dan Perjamuan Tuhan. Tidak ada lagi ritual lain yang melambangkan kekudusan iman Kekristenan. Doa dan hanya doa saja yang akan memberikan berkat Allah kepada orang-orang percaya yang menderita sakit, dan penggunaan minyak secara esensial tidak memberikan jaminan berkat. Apa yang harus kita katakan kepada Allah jika kita merasa perlu melakukan sesuatu lain (yaitu upacara religius tertentu) untuk melengkapi doa? Apakah kita ingin menyampaikan kepadaNya bahwa kita tidak bisa hanya mempercayai doa saja, dan kita memerlukan sebuah ritual kudus yang terlihat dari luar untuk memberikan 'sesuatu hal ekstra' yang dapat menjadi sandaran?
Ada yang mempercayai penyembuh-mujizat kharismatik, ada juga yang meyakini pentingnya pengurapan yang mistik! Dengan demikian, hal-hal yang dilakukan tersebut menjadi pengganti iman dan doa. Banyak orang Kristen telah menjadi seperti Naaman di dalam Perjanjian Lama yang ingin Elisa menggunakan suatu aksi kesembuhan yang hebat. Ia mengatakan – Aku sangka bahwa setidak-tidaknya ia datang ke luar dan berdiri memanggil nama Tuhan, Allahnya, lalu menggerak-gerakkan tangannya di atas tempat penyakit itu dan dengan demikian menyembuhkan penyakit kustaku! (2 Raj. 5: 11).
Di antaranya ada yang berargumentasi bahwa pemberian minyak merupakan sebuah simbol religius yang didasarkan kepada pandangan mereka atas fakta bahwa 'pengurapan' harus dilakukan di dalam nama Tuhan. Namun, hal ini sama sekali tidak berarti bahwa meminyaki adalah sebuah upacara religius, karena kita diperintahkan untuk melakukan segala
sesuatu yang kita lakukan di dalam nama Tuhan, baik itu perbuatan pada saat tertentu maupun dalam aktivitas-aktivitas rohani. Dalam menggunakan frase – di dalam nama Tuhan – maksud Yakobus adalah bahwa para penatua mengamalkan aspek kebaikan atas pekerjaan mereka, karena orang-orang yang diutus Tuhan untuk melakukan hal tersebut (di dalam ketaatan kepada FirmanNya) dan bukan sekedar sebagai pribadi-pribadi yang baik hati. Tuhanlah yang merawat anak-anakNya yang sakit melalui perhatian, doa, persekutuan dan perhatian pribadi dari para penatua, dan Tuhanlah yang harus mendapatkan kredit dan ucapan syukur dari para penderita. Karena itu, para penatua tidak boleh menempatkan diri mereka sebagai orang-orang yang penuh kebajikan dan hebat, namun mereka harus menempatkan diri sebagai pelayan-pelayan Tuhan, yang mewakili diriNya. Tuhan sendiri yang menentukan bahwa apakah orang-orang yang dikasihiNya akan dikasihani atau didoakan. Para penatua memberikan pertolongan praktis (meminyaki) di dalam nama Tuhan untuk menunjukkan bahwa Ia memperhatikan orang-orang yang menderita.
Apakah Doa Iman Itu?
Ketika Yakobus mengatakan bahwa doa yang lahir dari iman akan menyelamatkan orang sakit itu, apakah yang ia maksudkan bahwa kesembuhan pasti akan terjadi, jika kualitas iman yang benar ada di
dalamnya? Hal ini tentu saja merupakan pandangan dari kebanyakan penulis kesembuhan kharismatik. Mereka mengira bahwa kesembuhan pasti akan menyertai ketika si penyembuh dan si penderita sama-sama memiliki kepastian absolut bahwa penyakitnya akan disembuhkan. Karena demikian yakin akan hal ini, maka semakin banyak tukang pamer kesembuhan yang menggunakan doa iman sebagai alat eksekutif kesembuhan! Sering doa iman mereka tidak lebih daripada sebuah perintah untuk mengusir penyakit!
Asumsi bahwa kesembuhan dijamin disandarkan sepenuhnya pada ketegasan perkataan Yakobus – doa yang lahir dari iman akan menyelamatkan orang sakit. Karena ia tidak menambahkan pernyataan kualifikasi seperti misalnya, 'Jika itu adalah kehendak Allah,' orang kharismatik kehilangan kendali dengan gagasan bahwa Allah selalu berkehendak untuk menyembuhkan. Namun Yakobus menganggap semestinya para pembacanya sendiri akan menambahkan pernyataan kualifikasi ini, karena itu merupakan sebuah prinsip pembatasan Alkitab bahwa semua doa adalah tergantung kepada kedaulatan kehendak dan hikmat Allah. Yakobus baru saja menekankan hal ini di dalam pasal sebelumnya, dimana ia mengecam orang percaya yang membuat rencana tanpa berserah kepada kehendak pimpinan Allah. Ia memberikan sebuah ayat tuntunan yang sangat berharga yang tidak boleh dipisahkan – Sebenarnya kamu harus berkata: "Jika Tuhan menghendakinya, kami akan hidup dan berbuat ini dan itu." (Yak. 4: 15).
Jika pendeta kharismatik hanya membaca beberapa ayat dimana setiap sisi perikop itu mereka belokkan untuk disesuaikan dengan teori mereka, maka mereka akan sangat terkejut. Apakah doa kesembuhan dibebaskan dari ketentuan bahwa semua doa adalah tergantung kepada kehendak Allah? Coba dengarkan Yakobus lagi – Jika Tuhan menghendakinya, kami akan hidup! Prinsip ini berlaku bagi semua doa kita, apapun permasalahan, dan senantiasa berlaku bagi umat Allah. Di dalam 1 Yoh. 5: 14 kita baca: Ia mengabulkan doa kita, jikalau kita meminta sesuatu kepadaNya MENURUT KEHENDAKNYA. Sekali lagi kita ingat bahwa Yakobus minta kita memperhatikan Ayub, mengingatkan kita untuk bersedia menderita dengan sabar, karena pasti ada maksud Allah untuk kita. Gagasan bahwa kesembuhan dijamin asal memenuhi syarat iman yang benar muncul dari sebuah pemahaman yang sungguh amat dangkal terhadap perikop tersebut.
Tetapi mengapa Yakobus mengungkapkan perkataannya dengan cara yang begitu lengah? Apakah tidak diperkirakan bahwa ada orang yang akan lupa dengan kedaulatan kehendak Allah, sehingga menyebabkan kesalahpahaman atas perkataannya? Jawaban atas pertanyaan ini adalah bahwa perkataan Yakobus itu hanya ditujukan untuk mencegah orang agar jangan terlalu mementingkan 'pengurapan' dengan minyak. Untuk menjaga-jaga jika ada yang mengira bahwa minyak mempunyai peranan penting dalam mendatangkan berkat, Yakobus menambahkan perkataan korektif – doa yang lahir dari iman akan menyelamatkan orang sakit itu. Kita dapat memperjelas perkataannya sebagai berikut: 'Oleskanlah minyak di dalam nama Tuhan, tetapi ingat bahwa doa yang setia adalah satu-satunya cara dimana berkat kesembuhan Allah bisa diperoleh.'
Fakta bahwa kesembuhan tidak dijamin dibuktikan oleh pengalaman Paulus yang tercatat di dalam 2 Kor. 12: 7-10. Disitu Paulus berbicara tentang duri di dalam dagingnya, yang tidak diragukan lagi adalah merupakan sebuah penyakit jasmani, meskipun para penulis kharismatik berusaha membuktikan bahwa itu adalah musuh-musuh duniawinya! Pengalaman pribadi Paulus terbukti dengan meyakinkan bahwa Allah tidak selalu berkehendak untuk menyembuhkan penyakit. Tiga kali ia memohon kepada Allah untuk menyembuhkannya, namun Allah menyatakan kepadanya bahwa penyakit itu harus dipikul di dalam kekuatan yang akan diberikannya. (Bukti bahwa duri Paulus merupakan penderitaan jasmaniah diberikan sebagai lampiran di bagian akhir bab ini.)
Kembali kepada perikop Yakobus 5, kita mencatat bahwa Yakobus dengan hati-hati menempatkan kedaulatan Allah ketika mengatakan – Doa orang yang benar, bila dengan yakin didoakan, sangat besar kuasanya (Yak. 5: 16). Kata yang diterjemahkan doa di dalam ayat ini merupakan kata Yunani yang paling rendah untuk permohonan, yang berasal dari kata kerja 'memohon'. Artinya adalah meminta dengan sangat, mengharap, dan berdoa. Ia bukan jenis kata yang menagih, menuntut, dan mendesak, namun sebuah kata yang mengakui, dan siap untuk tunduk kepada hikmat yang lebih tinggi dan otoritas Allah yang maha kuasa. Ia merupakan kata yang memohon; doa dari seseorang yang berharap untuk membujuk Allah,
namun yang menyadari bahwa Ia juga bisa mempunyai rencana yang lebih tinggi. Jenis doa permohonan yang ada di dalam pemikiran Yakobus tidak mungkin dinaikkan oleh orang yang telah memutuskan apa yang harus dijawab Allah! Ia bukan doa dari seseorang yang menentukan caranya sendiri, yang menuntut apa yang ia kehendaki. Ia bukan suatu bentuk kekuatan kemauan yang mencoba membelokkan keadaan untuk menuruti kehendak kita sendiri.
Kita harus mengajukan permohonan dengan rendah hati yang didasarkan pada dasar-dasar yang indah: pertama, bahwa Allah kita mempunyai kuasa untuk melakukan segala sesuatu yang dipilihNya, dan kedua, bahwa Ia mempersilakan kita untuk memohon kesembuhan dariNya. Meskipun demikian, kita tidak menuntut kesembuhan sebagai suatu hak, tetapi dalam segala permohonan kita, kita siap untuk mempercayai rencana sempurna dari Bapa yang ada di surga. Oleh karena itu, doa iman bukanlah doa dari orang yang memastikan diri bahwa kesembuhan telah dikerjakan. Sikap demikian kekuatan kemauan, bukan doa! Doa iman merupakan sebuah persembahan doa dari orang-orang yang mengakui bahwa Allah itu maha tinggi dan sempurna, dan bahwa Ia akan melewatkan masalah sesuai kehendak dan waktuNya yang sempurna. Doa iman yang sejati tidak menggusur kedaulatan Allah dariNya.
Pada bagian akhir instruksinya mengenai doa untuk orang sakit, Yakobus menekankan bahwa Allah mempersilakan orang-orang yang hidup kudus untuk menaikkan doa. Sementara segala sesuatu tergantung kepada hikmat tertinggiNya, namun doa pasti bermanfaat untuk memperoleh jawaban kesembuhan, karena itulah kita kerap kali mengalami berkat-berkat yang datang dariNya. Yakobus menegaskan – Doa orang yang benar, bila dengan yakin didoakan, sangat besar kuasanya. Kata yang diterjemahkan 'kuasanya' berasal dari bahasa Yunani yang berarti energi, aktivitas atau bekerja. Arti dari frase itu adalah bahwa jika kita berusaha keras untuk hidup taat dan menyenangkan Tuhan, maka doa kita memiliki energi (kuasa) persuasif di hadapan Tuhan, sehingga akan sangat berharga.
Sangat disayangkan, pendorong kuat untuk berdoa yang diberikan janji ini sering hilang, karena kita mempunyai pandangan yang salah terhadap maksud predestinasi Tuhan. Banyak orang Kristen menunjukkan sikap fatalisme maut terhadap doa mereka, seolah-olah sama sekali tidak ada nilainya untuk berdoa. Doa mereka sama sekali tidak menunjukkan keyakinan, urgensi, permohonan atau persuasi. Apapun yang mereka mohon, mereka berpikir bahwa Tuhan tetap akan melakukan apa yang telah ditentukanNya sebelum mereka berdoa. Doa, dengan kata lain, tidak mengubah apa-apa, sehingga mereka berpendapat bahwa setiap doa adalah ratapan yang tidak ada harapan – 'Sesuai kehendakMu'. Mereka mengungkapkan perkataan tersebut seakan-akan semua pelaksanaan doa adalah sebuah formalitas yang tidak tujuannya.
Namun Yakobus meyakinkan kita bahwa doa anak-anak Tuhan memiliki kuasa persuasif, sehingga janganlah kita berdoa seakan-akan Tuhan telah memutuskan untuk tidak menjawab apa yang mungkin kita mohonkan. Kita diharuskan berdoa sebagai orang-orang yang dipersilakan Tuhan untuk membawa permohonan dan doa ke hadapanNya. Ia berulang kali berjanji untuk mendengar dan menjawab, selalu, dan tentu saja dengan menerapkan hikmat dan rencana tertingginya di dalam hal ini, dan hal inilah yang harus kita camkan jika kita mengatakan, 'Sesuai kehendakMu.' Kita tidak boleh berpikir bahwa Tuhan akan mengabaikan permohonan kita, kecuali permohonan kita kebetulan sama dengan rencana yang sudah ditentukanNya.
Kita harus mengajukan permohonan kita atas dasar bahwa Allah telah berjanji akan memberi perhatian sepenuhnya kepada doa-doa tersebut. Ia pasti akan tersentuh dan terharu dengan seruan kita, kecuali dalam kasus tertentu Ia mempunyai pemikiran yang lebih baik, atau tujuan yang lebih tinggi untuk dicapai melalui penyakit tesebut. Banyak kali kita telah membuktikan kebenaran dari perkataan – doa yang lahir dari iman akan menyelamatkan orang sakit. Jika kita percaya kepada kedaulatan Allah, maka kita tidak bisa memahami hal ini dan bertanya bagaimana Allah yang telah menentukan segala sesuatu bisa terpengaruh untuk mengubah kehendakNya tentang sesuatu hal. Bagaimana doa kita bisa mengubah keadaan? Inilah pikiran yang ada di belakang gaya doa yang fatalistik.
Kami mengajukan dua penjelasan yang sering diberikan untuk memecahkan teka-teki ini, meskipun kita harus mengakui bahwa kerelaan Tuhan untuk 'mengubah' peristiwa menurut permintaan kita adalah merupakan sebuah misteri besar. Penjelasan yang pertama adalah bahwa Allah kerapkali mewujudkan tujuan yang ingin dicapaiNya dengan terlebih dahulu menggerakkan hati anak-anakNya untuk mendoakannya. Jadi Ia adalah maha kuasa, dan kita adalah alat untuk menyalurkan kemuliaan berkatNya. Penjelasan kedua adalah bahwa Allah memang membebankan umatNya dengan tanggungjawab istimewa yang tinggi dan perantara sukarela, sehingga berkat-berkat akan diperoleh ketika kita memohonnya, dan lepas jika kita tidak memohonnya. Jika demikian, bagaimana Allah masih berdaulat? Sesuai penjelasan ini, maka jawabannya adalah bahwa Allah memperhatikan semua doa kita sebelum waktu berjalan, dan telah menetapkan terlebih dahulu (predetermined) bahwa permohonan-permohonan tersebut akan dijawab jika sampai pada waktunya.4
Ketika kita mendoakan orang-orang yang sakit, kita harus melakukannya dengan keyakinan sungguh-sungguh bahwa Allah Bapa berkenan mendengarkan dan mengubah keadaan. Kita tidak boleh mengatakan, 'Sesuai kehendakMu,' dengan semangat penolakan yang fatalistik, tetapi harus dengan semangat yang siap menerima bahwa Allah bisa saja mempunyai sebuah maksud dibalik penyakit seseorang. Karena itu, jika doa kesembuhan kita tidak dijawab, kita harus terus tetap percaya kepadaNya sebagai Bapa Surgawi yang memiliki kasih, kebaikan, hikmat dan kuasa yang tidak terbatas dan yang memiliki rencana kedaulatan bagi semua umatNya.
Apa Yang Seharusnya Kita Doakan?
Dorongan lain yang luar biasa untuk berdoa diberikan di dalam Yakobus 5 dengan contoh Elia dan hujan (Yak. 5: 17-18). Elia diinspirasikan oleh Allah untuk berseru di hadapan raja Ahab agar hujan dan embun tidak turun, sehingga akibatnya hujan tidak turun selama tiga setengah tahun. Elia memohon campur tangan Allah dalam masalah itu, yaitu sebuah pengharapan yang dititipkan kepada kita jika kita berdoa untuk orang-orang percaya yang sakit. Aplikasinya bagi kita adalah: Untuk menjawab doa kita, jika perlu, Allah siap membatalkan proses sakit dan penyakit alamiah dengan intervensi
langsung. Oleh karena itulah, kita harus berdoa tanpa hambatan demi kesembuhan orang-orang percaya yang sakit, tanpa merasa bahwa Allah membatasi diriNya dengan menggunakan cara-cara biasa seperti pembedahan atau pengobatan.
Kadang-kadang kita mendengar sahabat kita berdoa untuk mereka yang sakit seolah-olah Allah dengan tegas membatasi diriNya dengan hanya menuntun para dokter di dalam memeriksa dan mengobati, atau menuntun tangan para ahli bedah ketika mereka melakukan operasi. Sahabat-sahabat ini kelihatannya enggan untuk percaya bahwa Allah setiap saat bisa melakukan hal-hal di luar perantara kesembuhan yang normal dengan memberikan campur tangan kesembuhan langsung kepada orang yang sakit. Seharusnya kita mengetahui bahwa Allah bisa langsung menyembuhkan orang sakit, jikalau fakta menunjukkan bahwa ilmu pengetahuan medis tidak memadai bagi kebanyakan penyakit serius pada masa Perjanjian Baru. Karena itu ketika Yakobus berkata mengenai orang yang sakit itu – Tuhan akan membangunkan dia – ia mengacu kepada campur tangan kesembuhan langsung dari Allah.
Tentu saja benar kita berdoa mohon tuntunan Allah kepada para dokter dan perawat, tetapi adalah tidak benar membatasi cara kesembuhan Allah hanya dengan cara-cara yang rasional. Kita hidup pada masa istimewa, dimana oleh kasih karunia Allah, pengetahuan yang maju telah menghasilkan obat-obatan untuk pelbagai penyakit. Kita juga menyadari bahwa adalah merupakan prinsip umum Alkitab bahwa Allah tidak menggunakan cara mujizat di tempat dimana Ia telah memberikan cara biasa. Namun di dalam kondisi tidak memungkinkan dan tidak pasti dapat diatasi dengan ilmu pengetahuan medis, Allah dapat saja memilih bergerak langsung untuk menyembuhkan dan memulihkan. Jika seorang percaya sembuh dari suatu penyakit kanker yang kadang-kadang bisa disembuhkan dengan pengobatan, orang itu tidak bisa memastikan apakah Allah menyembuhkannya secara
langsung, ataukah Ia memberkati pengobatan itu, tetapi ini tidak perlu terlalu dimasalahkan, karena bagaimanapun juga orang percaya yang disembuhkan itu akan bersyukur dan memuliakan Allah.
Permasalahannya adalah kita harus berdoa untuk orang sakit, meyakini bahwa Allah tidak dibatasi oleh keahlian ilmu pengetahuan medis. Kita sering melihat orang-orang percaya secara tidak lazim sembuh dengan cepat di rumah-rumah sakit, karena Allah bukan hanya mengendalikan keamanan pekerjaan para ahli bedah, namun juga memberikan berkat langsung dengan kesembuhan yang cepat. Tentu saja kita hanya bicara secara umum, karena kita tidak mempunyai jalan untuk menyelidiki atau menilai pekerjaan Allah yang luar biasa, tetapi paling tidak kita harus waspada jangan membatasi pengharapan kita atas apa yang bisa dilakukanNya.
Sehubungan dengan semua hal itu, kita harus tahu bahwa berkat kesembuhan Allah tidak selalu cocok untuk dipamerkan di hadapan orang-orang yang tidak percaya sebagai bukti eksistensi dan kuasa Allah yang menakjubkan. Berdasarkan sifat dari kasus tersebut, kita biasanya tidak yakin apakah Allah menyembuhkan dengan pengobatan atau dengan cara langsung. Barangkali sebuah misi yang terpencil, yang jauh dari klinik atau dokter terdekat, bisa lebih memastikan kapan Allah memberikan kesembuhan yang sangat luar biasa, namun kita lebih sering atau sama sekali tidak dapat menentukan cara yang ditentukan Allah. Berkat-berkat tersebut bukan dimaksudkan untuk menjadi bukti mujizat bagi dunia yang sinis, namun sebagai orang-orang percaya kita harus bersyukur atau memuliakan Allah karena berulang-ulang Ia telah memberkati dan memulihkan kita; sering dari penyakit-penyakit ringan, kadang-kadang dari penyakit berat.
Apakah Allah membatasi jenis kesembuhan yang akan diberikanNya di dalam kehidupan umatNya? Sementara kita tidak bisa membatasiNya untuk bertindak di dalam batas-batas prestasi yang dapat dicapai oleh keahlian medis, apakah ini berarti kita boleh mengharapkan jenis kesembuhan yang sama seperti yang dilakukan oleh Tuhan Yesus Kristus ketika hidup di dunia – orang buta melihat, orang lumpuh berjalan, orang kusta menjadi tahir, orang tuli mendengar, orang mati dibangkitkan ...? Dengan kata lain – sampai seberapa jauhkah kita boleh mendoakan orang-orang sakit? Jawaban yang dapat disimpulkan dari persyaratan yang digunakan Yakobus adalah bahwa kesembuhan (yang dimaksudkan) biasanya adalah yang berkaitan dengan penyakit kelemahan atau tidak berdaya, bukan mengenai kondisi-kondisi yang sudah pasti (seperti misalnya buta atau cacat tubuh) yang sebaliknya bisa saja dialami oleh orang-orang yang sangat sehat.
Ingatlah bahwa Yakobus menggunakan istilah yang menunjukkan kondisi ketidakberdayaan dan kelemahan beserta dengan keletihan dan keputusasaan mental. Si sakit yang meminta kedatangan para penatua butuh untuk dibangunkan dari tempat pembaringan sakitnya, jadi penyakit yang dimaksudkan itu kelihatannya adalah sejenis penyakit yang aktif dan memburuk. Penyembuhan orang cacat fisik tetap jelas termasuk di dalam tanda-mujizat ajaib Tuhan dan para rasulNya, namun penderitaan jenis ini tidak terkilas di dalam Yakobus 5, meskipun sepintas lalu. Tidak ada yang tidak mungkin bagi Allah yang dapat melakukan apa saja yang dipilihNya, tetapi Yakobus tidak memberi jaminan untuk membawa segala bentuk kecacatan ke hadapan Tuhan untuk didoakan.
Dari sisi pendekatan yang lain, kita merujuk kembali kepada 'ayat pegangan' Yakobus 4: 15 – Kamu harus berkata: 'Jika Tuhan menghendakinya, kami akan hidup dan berbuat ini dan itu." Jika kita telah berdoa untuk kesembuhan seseorang selama beberapa waktu berjalan dan melihat bahwa doa kita tidak ada hasil, maka itulah saatnya untuk menyadari bahwa Allah di dalam kedaulatanNya telah memanggil si penderita untuk memikul penderitaannya. Barangkali kita harus menggeser pokok masalah doa kita dengan memohon kekuatan dan penghiburan untuk orang tersebut. Hal ini sesuai dengan 2 Kor. 12, dimana Paulus ditunjukkan bahwa kelemahannya tidak akan dihilangkan oleh doa, tetapi ia harus menarik pertolongan dan kekuatan yang diperlukan dari Allah. Yakobus 5 tidak memberikan kita suatu kartu as untuk menuntut segala sesuatu dari Allah, dan kita perlu tunduk kepada kehendak tertinggiNya ketika doa kesembuhan yang gigih tidak mendapat jawaban, dan menyesuaikan permohonan tujuan doa kita.
Ambillah contoh anak-anak cacat yang disebabkan karena kerusakan genetik atau kerusakan otak sejak lahir. Pada umumnya doa yang sungguh-sungguh banyak dipanjatkan untuk anak-anak tersebut. Tetapi bagaimana jika suatu bentuk penyakit atau cacat jelas terlihat dan merupakan kondisi yang sudah tetap dari anak itu, meskipun telah sering didoakan? Dalam hal ini barangkali kita perlu mengubah fokus doa kita, sehingga kita bisa mendoakan keselamatan bagi anak itu dari bahaya kedua (misalnya infeksi), dimana kanak-kanak demikian sangat rentan terjangkit, dengan mengingat bahwa kita, sebagai sebuah persekutuan jemaat, harus membawa mereka di dalam beban doa sepanjang hidup.>
Duri Dalam Daging Paulus
Tidak diragukan bahwa duri dalam daging Paulus itu adalah sebuah penyakit jasmaniah. Usaha para pengajar kharismatik modern untuk menafsirkan duri itu sebagai simbol musuh pribadi atau musuh-musuh harus diabaikan sebagai permainan eksegesis yang dibuat-buat. Pengajar-pengajar itu demikian bernapsu untuk membuktikan bahwa tidak ada orang Kristen yang akan menderita sakit karena (menurut mereka) Allah telah menjanjikan kesembuhan bagi semua orang. Penyakit Paulus merupakan sebuah keadaan yang sangat memalukan bagi teori ini, sehingga hal tersebut harus dijelaskan tuntas.
Kharismatik menyatakan bahwa duri Paulus harus diartikan sebagai para penganiayanya, karena kata kiasan ini digunakan di dalam Perjanjian Lama untuk menggambarkan musuh-musuh manusia. Bangsa Kanaan merupakan duri di sisi bangsa Israel. Namun bukan berarti bahwa duri selalu bermakna kesulitan yang sama di dalam semua bagian Alkitab. Ketika Paulus mengacu kepada kesulitannya, ia berbicara tentang duri yang tunggal, dan secara khusus ia berkata bahwa duri itu adalah di dalam
daging.
Bukti yang tak dapat disangkal bahwa fakta duri Paulus itu bukan musuh-musuhnya diperoleh dari tanggapannya terhadap perintah Tuhan. Sebagai jawaban atas doanya, Tuhan mengatakan kepadanya bahwa duri tersebut tidak akan diambil. Dengan kata lain, Paulus tidak perlu lagi memohon kesembuhannya lebih lanjut, atau mendorong orang lain untuk melakukannya. Tetapi Paulus berulang-ulang mendesak jemaat-jemaat untuk berdoa bersamanya memohon terlepas dari musuhnya, dan mengungkapkannya dengan kata-kata kesaksian yang indah bahwa ia telah terbebas dari mereka. Bukti perikop-perikop itu adalah sebagai berikut:
... aku menasehatkan kamu... untuk bergumul bersama-sama dengan aku dalam doa kepada Allah untuk aku, supaya aku terpelihara dari orang-orang yang tidak taat di Yudea...(Roma 15: 30-31).
Selanjutnya, saudara-saudara, berdoalah untuk kami, ... supaya kami terlepas dari para pengacau dan orang-orang jahat (2 Tes. 3: 1-2).
Tetapi engkau telah mengikuti ... penganiayaan ... di Antiokhia dan di Ikonium dan di Listra. Semua penganiayaan itu kuderita dan Tuhan telah melepaskan aku dari padanya (2 Tim. 3: 10-11).
Pada waktu pembelaanku yang pertama tidak seorangpun yang membantu aku, semuanya meninggalkan aku – kiranya hal itu jangan ditanggungkan atas mereka – tetapi Tuhan telah mendampingi aku dan menguatkan aku, supaya dengan perantaraanku Injil diberitakan dengan sepenuhnya dan semua orang bukan Yahudi mendengarkannya. Dengan demikian aku lepas dari mulut singa. Dan Tuhan akan melepaskan aku dari setiap usaha yang jahat. Dia akan menyelamatkan aku, sehingga aku masuk ke dalam KerajaanNya di sorga. BagiNyalah kemuliaan selama-lamanya! Amin. (2 Tim. 4: 16-18).
Karena Paulus terang-terangan memohon agar terlepas dari para penganiayanya, dan bersaksi untuk jawaban Allah atas doa-doa tersebut, kita yakin bahwa duri dalam dagingnya (yang tidak disembuhkan Allah) adalah suatu jenis penyakit jasmaniah. Ada satu perikop yang memberikan penegasan yang sangat jelas bahwa Paulus menderita sakit. Dalam Galatia 4: 13-14 ia menulis: Kamu tahu, bahwa aku pertama kali telah memberitakan Injil kepadamu oleh karena aku sakit pada tubuhku. Sungguhpun demikian keadaan tubuhku itu, yang merupakan pencobaan bagi kamu, namun kamu tidak menganggapnya sebagai sesuatu yang hina dan yang menjijikkan, tetapi kamu telah menyambut aku, sama seperti menyambut seorang malaikat Allah, malahan sama seperti menyambut Kristus Yesus sendiri.
Mengingat semua ini, maka kita melihat tidak ada justifikasi untuk mengubah makna biasa yang ada di dalam kelemahan 2 Kor. 12: 9. Kelemahan (dalam bahasa Yunani aslinya: ketidakberdayaan) disini merujuk kepada kelemahan yang timbul karena sakit jasmaniah atau ketidakmampuan. Paulus memberitahu kita bagaimana Allah berkata kepadanya: "Cukuplah kasih karuniaKu bagimu, sebab justru dalam kelemahanlah kuasaKu menjadi sempurna." Sebab itu terlebih suka aku bermegah atas kelemahanku, supaya kuasa Kristus turun menaungi aku.
Salam kasih
0 Silakan Berkomentar:
Posting Komentar