Sejak akhir 2014 bangsa Indonesia mengejutkan dunia dengan hukuman mati
terhadap sejumlah narapidana narkoba. Sesuai dengan rencana yang
diumumkan oleh pihak Kejaksaan, pada bulan Maret akan dihukum mati lagi
belasan napi (narapidana) yang telah ditolak grasinya oleh presiden.
Dunia terhenyak oleh keberanian Indonesia menjatuhkan hukuman mati.
Sebagian negara bukan hanya terkejut melainkan sampai menarik duta
besaruntuk menyatakan protes mereka terhadap tindakan Indonesia. Sikap
sejumlah negara, terutama Eropa disebabkan karena di Negara mereka
hukuman mati telah dihapuskan. Mereka melihat penghukuman mati sebagai
pelanggaran hak asasi manusia, yaitu hak hidup. Ada juga Negara yang
menghentikan hukuman mati karena pernah terjadi pengadilan mereka
menjatuhkan hukuman mati secara keliru. Ketika si napi telah terhukum
mati kemudian ternyata bukan dia yang bersalah. Tindakan pelaksanaan
hukuman mati yang salah tidak bias dianulir karena si penderita
keputusan salah telah mati.
Hukuman Mati Pertama Dalam Alkitab
Seharusnya Kain dihukum mati karena dia membunuh Habel. Itu hukuman yang
setimpal. Tetapi saat itu Allah belum mengumumkan tentang hukuman mati
atas manusia yang membunuh manusia lain, maka Kain tidak dihukum mati.
Pada zaman Nuh manusia sedemikian jahat sehingga Allah memutuskan untuk
memusnahkan manusia. Pemusnahan manusia itu sesungguhnya adalah hukuman
mati secara massal. Orang dewasa yang sudah akil-balik telah melakukan
dosa yang setimpal dengan hukuman mati. Itulah sebabnya mereka semua
dijatuhi hukuman mati.
Lalu mengapakah Allah membunuh semua mereka termasuk bayi? Kalau semua
orang dewasa dihukum mati, lalu siapakah yang mengasuh bayi atau
anak-anak mereka yang belum akil balik? Bukankah lebih baik kalau mereka
dibawa ke Sorga? Itulah sebabnya theologi yang alkitabiah menyimpulkan
bahwa bayi atau anak yang belum akil balik kalau meninggal pasti akan masuk Sorga.
Mereka belum berbuat dosa atas kesadaran diri mereka. Mereka hanya
berposisi sebagai orang berdosa karena mereka keturunan Adam yang adalah
orang berdosa. Posisi mereka sebagai orang berdosa karena Adam, akan
diselesaikan oleh Yesus Kristus empat ribuan tahun nanti di Golgota
(Rom. 5:18-19). Jadi, Tuhan menghukum mati semua orang dewasa sezaman
Nuh karena dosa mereka sudah sangat besar dan sudah pantas menerima
hukuman mati (capital punishment).
Lalu Tuhan menyelamatkan Nuh sekeluarga karena mereka adalah orang
benar dan percaya kepadaNya, dan percaya kepada janjiNya. Nuh sekeluarga
adalah sisa orang benar yang percaya bahwa Allah akan kirim Juruselamat
untuk menggantikan mereka dihukumkan.
Hukuman Mati Atas Pembunuh Diumumkan
Setelah air bah surut, Nuh sekeluarga keluar dari bahtera, Allah umumkan hukuman terhadap penumpah darah.
Siapa yang menumpahkan darah
manusia, darahnya akan tertumpah oleh manusia, sebab Allah membuat
manusia itu menurut gambarNya. (Kej. 9:6).
Ayat tersebut di atas menunjukkan bahwa Allah memerintahkan agar orang
yang membunuh manusia agar dibunuh manusia lain. Hukuman terhadap
pembunuh manusia ialah dibunuh oleh manusia lain. Tuhan mendirikan
pemerintahan manusia (human goverment).
Sesungguhnya hukuman mati bagi pembunuh manusia adalah hukuman yang
setimpal, dan dilaksanakan oleh negara bukan pribadi. Selain setimpal,
alasan hukuman mati juga dikatakan karena manusia diciptakan sesuai
dengan gambar dan peta Allah. Apakah maksud pernyataan ini? Manusia
adalah gambar Allah, foto Allah. Jika seseorang menginjak-injak foto
Presiden maka itu adalah wujud penghinaan terhadap Presiden, apalagi
membakar foto Presiden. Karena manusia itu foto Allah, maka menyerang
terhadap manusia, atau membunuh manusia itu sama dengan menyerang Allah.
Manusia yang melakukan tindakan negatif terhadap manusia lain sama
dengan melakukan hal negatif terhadap Allah. Dan alasan membunuh
binatang tidak dilarang Allah karena binatang tidak diciptakan sesuai
dengan gambar Allah.
Hukuman Mati Sebelum Hukum Taurat
Selain pembunuh, kelihatannya Allah juga menerapkan hukuman mati bagi
orang yang mengambil istri sesamanya. Ketika Abimelekh mencoba mengambil
Sarah, istri Abraham, Allah mengancamnya dengan hukuman mati.
Mengambil istri orang rupanya adalah sebuah kejahatan besar, yang oleh Allah sendiri pelakunya diancam hukuman mati.
Hukuman Mati Zaman Hukum Taurat
Ketika Tuhan menurunkan hukum Taurat, ditetapkannya sejumlah ancaman
hukuman mati bagi pelanggaran yang sangat khusus. Atas permasalahan
hukuman mati yang diperintahkan dalam hukum Taurat akan dibahas dalam
artikel tersendiri.
Dengan diterapkannya hukuman mati dalam Taurat membuktikan bahwa pada
saat sebuah pemerintahan dipegang langsung oleh Allah, hukuman mati
dilaksanakan.
Menghargai Hak Asasi Manusia Atau Melanggar?
Rupanya sejak masa yang sangat awal Tuhan sudah menerapkan hukuman mati.
Bukankah saat itu manusia belum banyak? Apakah karena pada masa itu
belum ada LSM (Lembaga Sumber daya Manusia) yang memperjuangkan hak
asasi manusia?
Pertama, kita dapatkan bahwa tidak semua kesalahan dihukum dengan
hukuman mati. Tentu merampok, mencuri, apalagi berbohong tidak dihukum
mati. Tetapi ada kejahatan-kejahatan tertentu yang Tuhan katakan bahwa
orang yang melakukannya harus dihukum mati.
Dari segi keadilan sesungguhnya hukuman mati diterapkan kepada orang
yang telah membunuh orang lain. Kita sudah baca pengumuman hukuman mati
pertama adalah atas orang yang telah menumpahkan darah orang lain.
Seseorang yang telah dengan sengaja melenyapkan orang lain dari muka
bumi, terhadap orang yang berbuat demikian Allah mau supaya ia juga
dilenyapkan.
Sesungguhnya orang lain tidak berhak berkomentar tentang hukuman
terhadap seorang pembunuh selain orang yang dibunuh. Jika orang yang
terbunuh masih bisa ditanya, maka ia pasti menghendaki orang yang
membunuhnya juga dibunuh seperti dirinya. Atau pihak yang menanggung
akibat tak langsung dari orang yang terbunuh misalnya istrinya atau
anak-anaknya atau orang tuanya, semua pasti menghendaki si pembunuh
dihukum mati. Tetapi biasanya pembuat hukum yang justru tidak menjadi
korban pembunuhan baik langsung maupun tidak langsung, yang menetapkan
hukuman atas pelaku pembunuhan. Tentu mereka tidak dapat merasakan
kepedihan dan penderitaan panjang dari para korban. Dan mereka inilah
yang sok pintar, sok kasih bahkan sok lebih baik dari Allah, menetapkan
hukuman ringan atas seorang pembunuh.
Adilkah, misalnya seorang pemuda berumur dua puluh tahun karena iri atau
cemburu lalu membunuh temannya yang berumur dua puluh tahun, dihukum
hanya dengan penjara 20 tahun? Pembuat hukum telah bertindak sok pintar,
sok kasih sehingga membuat hukum yang hanya mengancam si pembunuh
dengan penjara 20 tahun. Si pembunuh akan keluar dari penjara pada umur
tiga puluh sekian tahun karena mendapat remisi di berbagai hari raya.
Sementara itu korban sudah tidak bersama keluarganya selama hidup
mereka. Orang tuanya, saudara-saudarinya menderita sedih sepanjang sisa
umur mereka.
Dari aspek keadilan, seorang pembunuh berencana dan sengaja patut
dihukum mati. Semua pihak yang mengasihi sang korban akan puas dan lega
karena seorang pembunuh orang yang mereka kasihi telah dijatuhi hukuman
yang setimpal dengan perbuatannya. Selanjutnya pihak lain yang mengasihi
si pembunuh yang dihukum mati tidak patut menyayangkan hukuman mati itu
melainkan menyayangkan tindakan si pembunuh yang telah membunuh
temannya.
Sering kali dalam kehidupan manusia pada saat seseorang melakukan sebuah
tindakan ia tidak berpikir panjang, tetapi setelah tindakannya yang
fatal dilaksanakan dan ia diproses hukum atau setelah sekian lama
meringkuk di tahanan, baru dia menyesal. Jika kesalahannya adalah
mencuri tentu barang yang dicurinya bisa dikembalikan, tetapi bagaimana
ia mengembalikan nyawa orang?
Sekalipun seorang pembunuh di hukum mati, semua orang tahu bahwa itu
tidak akan mengembalikan nyawa korbannya. Oleh sebab itu hukuman mati
sesungguhnya hanya sebuah penghiburan kecil bagi keluarga korban, dan
peringatan bagi orang lain.
Sikap Menghargai Nyawa manusia
Hal yang lebih utama dari masalah hukuman mati ialah sikap menghargai
hak hidup manusia. Semua manusia tahu bahwa nyawa manusia itu sedemikian
berharga karena manusia hanya hidup satu kali, dan sesudah itu akan
menghadap pengadilan Allah. Hal yang paling berharga bagi manusia di
muka bumi ini ialah nyawanya. Kata Tuhan apakah untungnya bagi seorang
manusia untuk memperoleh materi seisi dunia jika ia kehilangan nyawanya?
Adakah seorang manusia yang rela menukarkan sesuatu dengan nyawanya?
Adakah manusia yang rela menukar nyawanya dengan hukuman penjara dua
atau tiga puluhan tahun? Apakah pembuat hukum rela menukarkan nyawanya
dengan hukuman penjara empat puluh tahun?
Oleh sebab itu jika seseorang sudah merampas nyawa orang lain, adakah
sesuatu yang bisa diberikannya sebagai ganti nyawa yang dirampasnya?
Kalau seseorang telah merampas barang yang paling berharga dari
seseorang, bukankah ia harus membayarnya dengan barangnya yang paling
berharga juga?
Hukuman mati atas pembunuh diumumkan Allah sesaat setelah Nuh keluar
dari bahteranya, adalah bentuk penghargaan tertinggi atas nyawa hidup
manusia. Jika pembuat hukum mengancamkan hukuman ringan kepada pembunuh
manusia sesungguhnya itu sebuah sikap tidak menghargai nyawa hidup
manusia. Saya merasa sangat heran atas nalar terbalik para penentang
hukuman mati. Mereka berargumentasi bahwa demi menghargai hak hidup
manusia maka tidak boleh ada hukuman mati. Tanpa mereka sadari
sesungguhnya sikap mereka adalah menghargai hak hidup seorang pembunuh
dan tidak menghargai hak hidup orang yang sudah dibunuh. Jadi, sambil
para pembunuh tidak peduli pada hak hidup orang lain, mereka mendapatkan
pembelaan dari orangorang yang otaknya agak “korsleting”.
Apa yang Tuhan sampaikan tentang hukuman mati adalah sangat tepat. Allah
mengajak manusia untuk menghargai hak hidup manusia dengan cara
mengancamkan hukuman yang paling berat terhadap pencabut nyawa manusia,
yaitu nyawanya harus dicabut juga.
Menimbulkan Ketakutan Mencabut Nyawa Orang
Karena ancaman hukuman bagi pencabut nyawa adalah akan dicabutnya
nyawanya juga, maka siapapun yang berkeinginan untuk mencabut nyawa
orang harus berpikir berkali-kali. Ia harus selalu ingat akan ancaman
hukuman mati bagi pencabut nyawa.
Pelaksanaan hukuman mati atas pencabut nyawa seharusnya bukan
tersembunyi, melainkan disaksikan. Anas Urbaningrum memunculkan ide
untuk menggantungnya di Monas. Pelaksanaan hukuman mati yang baru-baru
ini dilaksanakan Indonesia adalah secara tersembunyi di pulau Nusa
Kambangan dan tanpa sorotan televisi.
Dengan pelaksanaan hukuman mati yang tersembunyi sebenarnya efek
menakutkannya menjadi berkurang. Padahal salah satu tujuan dari semua
jenis penghukuman yang dilaksanakan oleh negara ialah agar masyarakat
menjadi takut untuk melakukan perbuatan yang sama. Kalau pelaksanaan
hukuman mati dilakukan di Monas, atau di suatu tempat umum, misalnya
dengan digantung, dan mayatnya dibiarkan seharian sampai sore seperti
zaman Romawi, maka pasti akan menimbulkan rasa takut, bahkan trauma di
masyarakat.
Penentang hukuman mati biasanya berargumentasi bahwa hukuman mati tidak
membuat jera dan bukti yang mereka tunjuk ialah masih banyaknya orang
melakukan kejahatan yang sama dengan si terhukum mati. Sebenarnya
argumentasi demikian tidak valid karena di negara yang melarang hukuman
mati kejahatan lebih tinggi. Penentang hukuman mati tidak memiliki data
bandingan kalau hukuman mati diterapkan dengan tanpa hukuman mati.
Sedangkan pendukung hukuman mati berargumentasi bahwa diterapkan hukuman
mati saja manusia masih melakukan apalagi kalau tanpa hukuman mati
pasti manusia akan lebih berani melakukan yang lebih jahat lagi.
Alkitab Mendukung Hukuman Mati
Siapapun yang membaca Alkitab tahu bahwa Alkitab mendukung hukuman mati.
Fakta ini tidak bisa disangkal sama sekali. Perbedaannya hanyalah ada
pihak yang sangat percaya bahwa Alkitab adalah satu-satunya firman Allah
yang tidak ada salah dan ada pihak yang percaya bahwa Alkitab adalah
sekedar catatan sejarah yang bisa salah, ada salah, bahkan banyak salah.
Para pemimpin denomisasi pasti tahu bahwa kelompok Kristen Fundamental
percaya Alkitab tidak ada salah, kelompok Liberal percaya Alkitab
sekedar catatan sejarah yang banyak salah sedangkan kelompok Injili
percaya Alkitab ada salah. Sudah pasti sikap terhadap Alkitab ini
mempengaruhi penafsiran, sikap hidup bahkan tindak-tanduk kehidupan
sehari-hari.
Kelompok Liberal percaya
Alkitab sekedar catatan sejarah, dan tidak ada pengilhaman, sehingga
dalam banyak hal mereka merasa mereka jauh lebih tahu dari penulis
Alkitab. Sedangkan kelompok Injili memilih-milih bagian yang disukai
untuk dipegang dan ditaati.
Karena Eropa penuh dengan Kristen kelompok Liberal, maka pembaca bisa
maklum jika mereka memandang Alkitab sekedar catatan sejarah dan tentu
membawa efek terhadap keputusan dan tindak-tanduk mereka. Pemimpin Eropa
bahkan pemimpin gereja menganggap mereka jauh lebih pintar dari penulis
Alkitab yang tentu bagi mereka sang penulis tidak mendapat ilham dalam
penulisan Alkitab. Sehubungan dengan topik hukuman mati (capital punishment),
Eropa adalah yang paling menentang dan mereka berkata bahwa hukuman
mati kurang manusiawi. Sedangkan di USA situasinya bervariasi, sejumlah
negara bagian yang banyak gereja Katolik dan Liberal (pembaptis bayi),
mengikuti tingkah-laku Eropa, sedangkan kantong Kristen Fundamental yang
terdiri dari Baptis tradisional menyetujui dan tetap mempertahankan
hukuman mati.
Jadi, pembaca yang berhikmat, banyak orang heran atas sikap
negara-negara Kristen yang menolak penerapan hukuman mati. Mereka
berpikir karena sebagian negara Kristen menentang hukuman mati maka
kemungkinan Alkitab melarang hukuman mati. Padahal jika Alkitab
betul-betul dibaca dan ditelusuri maka pasti akan mendapatkan bahwa
Alkitab mendukung hukuman mati.
Argumentasi pemimpin Eropa bahwa hukuman mati tidak manusiawi, melanggar
HAM, itu sesungguhnya adalah nalar terbalik. Seharusnya, karena kita
sangat manusiawi maka siapapun yang menjahati manusia lain pada tingkat
sampai mencabut nyawa orang, harus diterapkan kepadanya hukuman
terberat, yaitu hukumaan mati. Penerapan hukuman mati itu justru karena
kita sangat amat menghargai hak asasi manusia. Dan itulah alasan Allah
memerintahkan hukuman mati setelah air bah.
Mengenai terjadinya kesalahan pelaksanaan hukuman mati itu bukan masalah
hukuman matinya melainkan perangkat hukumnya. Polisi yang salah
menangkap orang, jaksa yang asal tuntut dan hakim yang tidak cermat
adalah faktor yang harus diperbaiki. Adanya orang dihukum mati secara
keliru sepenuhnya adalah masalah kecermatan penegakan hukum.
Intinya, Alkitab mendukung hukuman mati, orang Kristen alkitabiah harus
mendukung hukuman mati. Bahkan sekalipun di masa silam orang Kristen
alkitabiah telah banyak dihukum mati secara salah, kita tetap mendukung
hukuman mati. Kesalahan penerapan hukuman mati masa lalu Eropa adalah
karena mereka salah memahami Alkitab. Mereka tidak berhasil melihat
perubahan ibadah simbolik lahiriah ritualistik
ke ibadah hakekat rohaniah. Mereka tidak berhasil melihat masalah
ibadah sejak Yohanes Pembaptis adalah masalah hati bukan lagi masalah
upacara ritual. Masalah agama atau iman itu tidak bisa dipaksakan, itu
adalah kemerdekaan dan kebebasan hati nurani manusia.
Orang Kristen alkitabiah adalah manusia pencinta ketertiban masyarakat.
Masyarakat akan bisa tertib kalau manusianya tidak berani melakukan
kejahatan. Dan manusia akan takut melakukan kejahatan jika ia selalu
ingat bahwa setiap kejahatan akan dihukum LEBIH BERAT dari perbuatan
jahat itu sendiri oleh negara. Bahkan kalau dia lolos dari hukuman
negara karena aparatnya rusak, pun tidak mungkin lolos dari hukuman
Allah.***
Sumber: Buletin Pedang Roh Edisi 83 April-Juni 2015 Tahun XX